LEBAK —
Gareng Petruk mau ketawa sekaligus mikir keras: di zaman di mana manusia bisa naik roket ke Mars, masih aja ada warga yang “lepas hajat” di semak-semak. Lah, ini manusia apa makhluk legenda dari zaman batu?
Tapi ya begitulah kenyataannya, Sedulur. Pemerintah Kabupaten Lebak kini tengah gencar menyuarakan gerakan akbar: STOP BAB SEMBARANGAN! Sebuah perjuangan suci untuk membebaskan rakyat dari “tirani kotoran yang nyasar”.
Coba bayangkan: pagi-pagi buta, embun masih menggantung, matahari belum sempat ngopi, eh… tetiba dari balik rumpun bambu keluar seseorang dengan ekspresi lega tapi lingkungan sengsara. Nah lho!
Menurut data resmi, dari 340 desa dan 5 kelurahan di Lebak, baru 114 desa yang sudah dinyatakan open defecation free alias bebas dari perilaku “buang sembarangan kayak ngeresensi dosa.”
Gareng mau nyeletuk:
“Lha piye, kalau jamban masih kalah pamor sama kali, wajar kuman pada pesta pora dan DBD joget-joget!”
Pemerintah Kabupaten Lebak nggak tinggal diam. Mereka terus turun ke lapangan, dari kampung ke kampung, dari WC umum sampai tempat yang baunya meresahkan, demi satu cita-cita: jambanisasi nasional.
“Buang air besar di sungai, selokan, kebun, atau kolam itu bukan tradisi leluhur yang patut dilestarikan,” kata pejabat setempat. Lah iya! Bahkan nenek moyang kita pun pasti sudah bisa bedain mana tempat pipis, mana tempat nyuci piring.
Kalau dulu kita bersatu lawan penjajah, kini saatnya bersatu lawan… tinja liar!
“Merdeka itu bukan cuma bebas ngomong, tapi juga bebas dari ancaman e-coli!”
Dan jangan salah, perjuangan ini bukan perkara sepele. Bayangkan kalau air minum kita tercemar gara-gara ‘sesuatu’ yang semalam dititipkan di aliran irigasi. Mual, muntah, mencret, bukan karena cinta ditolak, tapi karena sanitasi amburadul.
Gareng Petruk ikut berseru:
“Wahai warga Lebak, mari kita bersatu, jangan sampai kotoran jadi simbol daerah!”
Toh, punya jamban bukan cuma soal kesehatan, tapi juga soal harga diri. Masa kalah sama ayam yang tahu batas?
Program ini akan terus dipantau dan dievaluasi. Semoga tidak hanya jadi proyek musiman yang ramai saat anggaran cair dan sepi saat wartawan pulang. Ingat, peradaban suatu bangsa bisa dilihat dari… cara dia buang hajat.
Akhir kata, seperti kata pujangga sarkas zaman now:
“Yang sembarangan itu cukup mantan, jangan buang air besar.”
Sekian laporan dari medan “perang melawan BAB”,
Gareng Petruk — sambil ketawa getir di atas septic tank yang tak pernah bohong.
















