JAKARTA, Gareng Petruk – Ratusan personel Humas Polri dari seluruh Jawa Timur tumplek blek dalam acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) 2025. Tapi tenang, ini bukan karena mau demo tuntut THR naik, melainkan buat bahas strategi komunikasi di era digital. Maklum, sekarang ngelola citra nggak cukup cuma nyapa warga lewat mega phone, tapi harus bisa nyapa netizen yang sukanya ngedumel di kolom komentar.
Kapolda Jatim, Irjen Nanang Avianto, dalam sambutannya yang serius tapi tak kalah instagramable, menegaskan bahwa tugas Humas Polri sekarang makin berat. “Kami ini bukan cuma tukang sebar rilis. Tapi penjaga narasi, pengawal opini, dan penata citra yang harus tampil glowing meski tidur 4 jam sehari,” kira-kira begitu intisarinya, kalau diterjemahkan ke bahasa warung kopi.
Menurut beliau, media saat ini bukan hanya tools, tapi juga medan tempur. Apalagi di zaman di mana netizen bisa lebih cepet dari wartawan, lebih galak dari jaksa, dan lebih setajam mata mantan yang kepoin IG.
> “Humas itu garda terdepan, Bro. Bukan cuma soal laporan cuaca atau rilis tilang. Tapi juga soal menyelamatkan reputasi, menumbuhkan kepercayaan, dan membuat masyarakat bilang: ‘Oalah, ternyata Polisi ya iso diajak guyon!’”
Bukan Rakernis Biasa, Ini Semi Konser Strategi Digital
Acara ini dihadiri 130 personel, dari Kasi Humas sampai Kasubsi yang biasanya lebih sibuk mikirin template banner daripada TikTok challenge. Tapi di sini, semua diajak serius belajar: dari media handling, digital engagement, sampai cara menjawab komentar netizen tanpa nyumpah di dalam hati.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, menyampaikan bahwa ini bukan sekadar acara kumpul-kumpul sambil makan snack lemper. Tapi forum strategis demi menciptakan komunikasi publik yang presisi—bukan cuma presisi nulis caption, tapi presisi dalam membangun empati publik.
> “Kita ini bukan hanya penyampai informasi, tapi juga penterjemah institusi. Karena kadang yang bikin warga emosi bukan isi berita, tapi cara kita ngomongnya,” ujar Kabid sambil ngelirik moderator yang habis nyaris salah sebut tema acara.
70% Kepercayaan Publik? Alhamdulillah, Tapi Jangan Keceplosan Dulu
Kabid Humas juga ngaku, kepercayaan publik ke Polri sudah naik ke 70%. Tapi dia cepat-cepat mengingatkan: jangan puas dulu, jangan kayak tukang parkir yang udah minta uang padahal mobil belum mundur. Masih banyak PR, terutama soal kanal komunikasi yang katanya ada, tapi netizen malah nanya, “Itu Tribrata News tuh situs e-commerce ya?”
Maka dari itu, semua kanal—dari TV Polri, sosmed, sampai situs pengaduan—akan dievaluasi. Biar netizen tahu kalau ada komplain, gak perlu tag akun gosip dulu.
> “Bagaimana masyarakat mau percaya dan memanfaatkan layanan kita kalau mereka aja nggak tahu alamat website-nya?” ujar Kabid, dengan nada seperti orang tua yang baru tahu anaknya viral di TikTok gara-gara joget pakai seragam.
Humas Masa Kini: Antara Meme, Maklumat, dan Makian Netizen
Strategi komunikasi publik Polri memang butuh pendekatan baru. Bukan hanya pakai bahasa baku yang kaku kayak upacara bendera, tapi juga gaya yang relatable. Kadang harus bisa bikin meme, sesekali bikin reels, dan sesering mungkin menjawab komentar dengan senyum (meski sambil gigit pulpen).
“Zaman sekarang, salah caption bisa lebih bahaya dari salah tembak,” ujar salah satu peserta yang enggan disebutkan namanya karena belum update SOP caption resmi.
Penutup: Dari Rakernis Menuju Rekonsiliasi Digital
Acara ini ditutup dengan semangat “ayo bareng-bareng nyambungin hati rakyat lewat sinyal digital”. Polri ingin lebih dekat dengan masyarakat—bukan cuma waktu razia, tapi juga saat masyarakat bingung, takut, atau butuh pelukan digital.
Dan semoga ke depan, citra Polri tak hanya bersih di media sosial, tapi juga di hati rakyat. Bukan cuma viral karena buzzer, tapi dipercaya karena benar.















