garengpetruk.com – Kamis, 26 Juni 2025
“Kecepatan respons hukum kita kalah sama kurir paket promo. Yang satu hari sampai, yang satunya… sebulan belum juga nampak pelaku.”
Begitu keluh batin yang mungkin tidak sempat diucapkan keras-keras oleh F (18), warga Kaliwates, yang hari ini datang ke Mapolres Jember—bukan untuk piknik, bukan juga untuk selfie depan kantor polisi seperti konten viral, tapi untuk menagih keadilan.
Didampingi pamannya, M A, F mencoba menembus dinding-dinding dingin ruang penyidik Unit PPA Polres Jember. Tujuannya satu: nanya, kok terlapor yang diduga mencabuli dan menggigit keponakannya ini masih jalan-jalan kayak turis lokal?
Sebulan Lapor, Masih Juga Misteri
Terlapor berinisial A, pemilik rumah makan di Bangsalsari, yang katanya malah menjadikan rumah dan usahanya sebagai lokasi tak senonoh, sampai hari ini masih bebas merdeka. Belum ada gelang tangan dari polisi, belum juga selfie dengan latar belakang papan bertuliskan “Tahanan”.
M A mulai gerah:
“Sudah sebulan, Mas. Anak saya ini trauma berat. Masa pelaku bisa tidur nyenyak, sedangkan korban tiap malam tidur sambil mimpi buruk?”
Katanya negara hukum, tapi kadang rasa adil kalah cepat dari senter HP Cina—baterainya cepat habis, apinya kecil.
Gigitan Bukan Cinta, Tapi Bukti Luka
Kisahnya makin perih saat Ali menyebut bahwa korban bukan hanya dicabuli, tapi digigit di area sensitif.
Bukan digigit nyamuk, bukan juga bercanda ala pasangan muda. Ini gigitan yang bikin rasa sakit fisik dan trauma psikis bertumpuk.
Bayangkan: korban cuma mau kerja, malah dijadikan objek nafsu dan kekerasan. Lalu kita disuruh sabar karena proses penyidikan?
Gareng Petruk manggut-manggut:
“Boleh sabar, asal hukum jangan sabar juga. Kalau hukum ikut sabar, yang rusak bukan cuma moral, tapi juga rasa percaya rakyat.”
Kanit PPA: Penyidiknya Sendirian
Saat awak media mencoba minta keterangan, Ipda Qori Novendra SH, Kanit PPA, menolak untuk bicara panjang. Tapi beliau sempat menyampaikan:
“Kasus ini masih dalam tahap penyidikan. Korban sudah divisum secara fisik dan psikis. Penyidiknya Aldi, sendirian.”
Sendirian?
Kalau begitu, wajar kalau pelaku belum ditangkap. Lha, kalau kasus segenting ini ditangani solo player, bagaimana mungkin bisa cepat? Bahkan main Mobile Legends aja butuh tim lima orang, ini kok perkara hukum cuma ditangani Aldi seorang.
Keadilan Itu Bukan Warung Kopi
Gareng Petruk kembali nyeletuk:
“Jangan-jangan pelaku belum ditangkap bukan karena kurang bukti, tapi karena sistem terlalu santai. Kalau hukum kita hanya kuat di baliho, tapi lemah di lapangan, lebih baik diganti jadi lomba drama saja.”
Anak korban sudah datang langsung, trauma sudah nyata, luka sudah divisum. Masak masih nunggu komet Halley lewat baru ada penangkapan?
Ayo Polisi, Nyalakan Lampu Kepercayaan Rakyat
Bukan hanya korban yang menanti keadilan, tapi seluruh warga yang punya anak dan saudara perempuan juga ikut was-was. Jangan sampai keadilan ini kayak iklan operator: “katanya cepat, ternyata sinyalnya hilang waktu dibutuhkan.”
“Kalau hukum lambat, korban tambah sakit, pelaku tambah berani. Polisi jangan cuma jago dalam seminar, tapi lemah dalam penangkapan. Sebab luka hati tak bisa diobati dengan kata ‘sedang proses’. Maka, tangkap sebelum yang lain jadi korban!”