GarengPetruk.com – Edisi Klaten Ngguyu Tapi Serius
Pedan, Klaten — Suasana sambung rasa antara Bupati Klaten, Hamenang, dengan warga di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, tiba-tiba jadi hangat—bukan karena AC-nya mati, tapi karena satu suara dari barisan Ketua RW yang berhasil bikin hadirin mikir, nyengir, dan mungkin sedikit mikir lagi.
Dialah Suharno, Ketua RW yang dengan nada setengah kelakar tapi serius, menyampaikan uneg-uneg soal nasib RT dan RW yang katanya “dijadikan ujung tombak, tapi nggak dikasih sepatu.”
“Disini orang ditunjuk jadi ketua RT/RW nggak ada yang mau, Pak,” ujar Suharno, disambut tawa getir hadirin.
“RT/RW itu ujung tombak pemerintahan desa, tapi kesejahteraannya minim. Padahal kami juga manusia, kadang pusing, masuk angin. Kami minta tolong diberi jaminan kesehatan.”
Kalimat itu bikin suasana aula berubah—antara tepuk tangan, tawa, dan gumaman “iya juga sih.” Rupanya, keluhan klasik ini menyentuh hati banyak warga yang tahu betul beratnya jadi “pahlawan tanpa honor” di level RT/RW.
Bupati Hamenang: “RT/RW Itu Jabatan Pengabdian, Tapi Ya Saya Paham, Ikhlas Zaman Sekarang Berat”
Bupati Klaten, Hamenang, yang mendengar langsung curhat tersebut, tak tinggal diam. Dengan gaya khasnya yang tenang dan penuh perhitungan, ia menanggapi dengan nada yang mencoba menyejukkan suasana.
“Memang jabatan RT/RW itu bukan jabatan yang menghasilkan gaji, karena didasari pengabdian. Yang namanya pengabdian itu harus ikhlas,” ujar Hamenang bijak.
“Tapi saya tahu, ikhlas zaman sekarang juga berat… karena kebutuhan banyak, tuntutan warga juga banyak. Belum lagi kalau warganya ngeyel-ngeyel,” tambahnya sambil tersenyum lebar.
Ucapan itu disambut tawa riuh—karena, yah, siapa pun yang pernah jadi pengurus RT pasti tahu, kalimat “warganya ngeyel-ngeyel” bukan teori, tapi realita lapangan.
Janji Manis di Tengah Krisis: “Kalau Ekonomi Membaik, Kesejahteraan RT/RW Akan Naik”
Tak mau sekadar menenangkan dengan kata-kata, Bupati Hamenang juga memberi sedikit harapan, meski dengan embel-embel “nanti kalau ekonomi sudah membaik.”
“Salah satu program kami memang peningkatan kesejahteraan RT/RW. Tapi saat ini semua anggaran lagi turun, bukan naik. Jadi mohon sabar, nanti kalau PADes meningkat, kesejahteraan RT/RW akan kami tingkatkan,” janji Hamenang.
Ia menegaskan bahwa saat ini kondisi fiskal daerah masih seret, namun rencana jangka panjang sudah disiapkan agar “pejuang administrasi kampung” itu tak hanya dikenal saat musim pemilihan, tapi juga diberi penghargaan layak setelahnya.
RT/RW: Mesin Sosial Desa yang Sering Overheat
Di luar acara, banyak warga berpendapat bahwa RT dan RW memang sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan yang lebih layak. Mereka bukan hanya penjaga data warga dan penyalur bansos, tapi juga penengah konflik, pengatur ronda, dan kadang jadi “psikolog dadakan” untuk tetangga yang curhat.
Namun, ironinya, di balik tanggung jawab sebesar itu, penghargaan yang mereka terima sering kali hanya sebatas ucapan terima kasih di spanduk musyawarah.
GarengPetruk.com mencatat, keluhan serupa pernah muncul di berbagai daerah lain—dari Klaten sampai ke ujung Madura. Artinya, persoalan ini bukan sekadar suara lokal, tapi nyanyian panjang dari barisan pejuang administrasi akar rumput.
Penutup: Antara Ikhlas, Masuk Angin, dan Janji Peningkatan
Suharno dan rekan-rekan RT/RW kini hanya bisa menunggu: apakah janji Bupati akan berbuah nyata atau sekadar jadi “kalimat manis di bawah tenda sambung rasa.”
Yang jelas, mereka tetap menjalankan tugas—mengurus data warga, mengatur gotong royong, hingga menghadapi warga yang “ngeyel” dengan sabar dan sedikit balsem di punggung.
Di negeri ini, kadang pengabdian memang harus ditemani minyak kayu putih dan doa panjang.
Dan seperti kata Gareng ke Petruk di warung kopi sore itu:
“RT itu bukan singkatan dari Rukun Tetangga, tapi Rela Tanpa Bayaran.”
Begitulah nasib RT/RW — tulang punggung demokrasi lokal yang tetap tersenyum meski sering pegal-pegal.
🟠 GarengPetruk.com – Media Satire Cerdas, Jenaka, tapi Nendang!
















