ACEH (garengpetruk.com) – Dalam dunia organisasi, kalau sudah muncul kata “caretaker”, itu tandanya dua hal: pertama, ada yang mogok kerja. Kedua, ada yang ogah turun tapi juga nggak bisa jalan. Dan benar saja, HIPMI Aceh kini resmi diasuh oleh tim Caretaker. Ealah, mirip anak kos yang ditinggal induk semang ke tanah suci: rumah masih ada, tapi penghuninya bingung mau ngapain.
M Aufar Hutapea, Sekretaris Caretaker BPD HIPMI Aceh, angkat suara—dan kali ini bukan angkat gelas. “Pembentukan caretaker ini sesuai konstitusi, Pakde! Bukan hasil tukang bisik-bisik yang suka merapat pas Musda doang,” ujarnya mantap dari Jakarta. Yah, semoga suara dari Jakarta ini bisa sampai ke Aceh tanpa kena delay sinyal WhatsApp.
Katanya sih, masa bakti pengurus sebelumnya habis tanggal 2 Februari 2025. Tapi karena ada “diksi klasik” bernama dinamika internal, masa tugas dikasih bonus 3 bulan. Eh, sudah dikasih diskon waktu, malah nggak selesai-selesai juga urusannya. Akhirnya, BPP HIPMI memutuskan: sudah, caretaker saja, biar jelas siapa yang pegang kemudi. Daripada kapal bisnis muda ini nyasar ke pulau harapan palsu.
Caretaker: Obat Sementara Atau Gejala Kronis?
Aufar menjelaskan bahwa pembentukan caretaker bukan karena iseng atau karena nganggur di Jakarta. Tapi karena konstitusi organisasi – dari pasal demi pasal – semua mendukung tindakan ini. Mulai dari Pasal 5 sampai Pasal 13 di Anggaran Dasar, sampai Pasal 27 di Anggaran Rumah Tangga. Totalnya? 10 pasal, saudara-saudara! Ini sudah sah secara organisasi, tinggal belum disahkan pak RT dan Bu Nyai.
Belum cukup? Ada juga PO alias Peraturan Organisasi. Bukan Polisi Organisasi, ya. PO ini mengatur soal tata kelola, Musda, dan hal-hal lain yang bisa bikin pengusaha muda pusing tujuh keliling kalau dibaca sambil buka spreadsheet keuangan.
Musda: Harapan, atau Drama yang Tak Pernah Tamat?
Aufar bilang, “Kami akan segera terbang ke Aceh.” Semoga bukan naik pesawat yang delay, karena organisasi ini butuh kecepatan, bukan slogan. Caretaker punya waktu 6 bulan, bukan 6 tahun, untuk konsolidasi, koordinasi, dan bikin Musda. Kalau tidak, ya bisa-bisa nanti ada Caretaker of the Caretaker. Lama-lama organisasi ini kayak sinetron: ada tokoh utama, tapi yang muncul selalu cameo.
Sindiran Manis Tapi Menggigit Ala Gareng
Yuk kita sepakat: HIPMI itu tempatnya para pengusaha muda, bukan muda-mudi pengusaha masalah. Kalau pengurusnya saja stuck karena “dilema internal”, bagaimana mau bantu UMKM naik kelas? Jangan-jangan malah bantu UMKM beli krayon buat nulis surat pengunduran diri!
Organisasi besar jangan seperti warung kopi yang kalau ada masalah langsung tutup sementara. Harusnya justru jadi mesin perubahan. Apalagi ini HIPMI, bukan grup WA alumni yang cuma rame pas mau reuni.
Jadi, kepada semua pihak yang bersangkutan: yuk, jangan terlalu nyaman jadi “pengamat dari balik layar”. Kalau cinta HIPMI, ayo turun ke arena. Karena pengusaha sejati itu bukan yang pandai pidato, tapi yang bisa kerja nyata, walau tanpa jabatannya di-spill di Instagram.
Sekian liputan dari saya,
Gareng Petruk,
yang tak pernah jadi pengusaha, tapi jago melihat mana organisasi yang berjalan… dan mana yang cuma jalan-jalan.
#CaretakerBukanCaretakeran #HIPMItapiJanganLupaHati