Gareng Petruk — Dengan bekal sandal jepit bolong dan wangsit dari alas Purwo yang bunyinya: “Balap liar sulit diatasi kalau sirkuitnya cuma hayalan di kepala para pejabat”, saya pun turun gunung. Bukan untuk ikut balap, tapi nyari tahu, siapa sebenarnya yang lebih liar—anak mudanya, atau sistemnya?
Langkah saya terhenti di Dusun Karang Layar, Desa Kesambirampak, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, tanggal 8 Juni 2025. Mata saya tertumbuk pada adegan ala Fast & Furious: Kampung Edition. Anak-anak muda dengan motor modifan, suara knalpot lebih keras dari speaker pengajian, dan semangat yang lebih ngebut dari logika pemerintah.
—
Dialog di Tengah Debu Aspal
Saya sapa seorang bocah berkaos oli dan tatapan tajam, ternyata dia Riri, mekanik dari tim R2 Chemoth Garage. Saya tanya dengan nada bijak, “Le, kenapa balapan di jalan umum? Emangnya aspal jalanan warisan mbahmu?”
Dengan santainya dia jawab, “Pak Gareng, bukan karena kami bandel. Tapi kami ini anak-anak muda Situbondo yang punya mimpi, tapi ndak punya lintasan! Kami butuh sirkuit, bukan surat tilang. Kami mau Pemda denger suara knalpot kami bukan sebagai polusi, tapi sebagai potensi!”
Wah, dalam juga kata-katanya. Makjleb.
—
Rokok Tak Ada Korek, Semangat Tak Ada Fasilitas
Di tengah obrolan, saya sempat ngeluarin rokok, tapi koreknya ketinggalan di masa lalu. Riri bantuin, dan obrolan lanjut:
“Meskipun kami latihan kaya maling—ngumpet, lari dari polisi, main kucing-kucingan—tapi tiap kali ada lomba resmi, kami buktikan! Situbondo nggak pernah pulang tangan kosong. Dari Sidoarjo sampai Madura, nama kami harum, walau bajunya bau oli.”
Tiba-tiba terdengar suara “jeblurr!” dari sungai. Ternyata kakak si Riri, si Azis Chemoth, gagal salto nyebrang kali. Badannya memang agak besar, katanya sih karena terlalu sering makan bakso sambil servis motor.
—
Azis yang Jatuh, Tapi Pikirannya Melambung
Setelah saya jelaskan bahwa adiknya nggak akan ditangkap, tapi sedang mengajukan aspirasi, si Azis malah makin semangat. Katanya, “Pak Gareng, sirkuit itu bukan cuma soal balapan. Tapi itu juga sumber ekonomi. Kalau ada sirkuit, ada event. Kalau ada event, UMKM ramai. Kalau UMKM ramai, PAD naik. Kalau PAD naik, siapa tahu jalan berlubang di kampung kami juga ikut ditambal!”
Matanya berbinar, mungkin karena baru selesai nyemplung.
—
Sindiran Gareng: Antara Gas dan Asa
Lha piye to, pemerintah daerah? Masa harus nunggu anak-anak ini modif motor jadi roket dulu baru sadar? Padahal bikin sirkuit itu bukan cuma soal aspal dan pagar pembatas, tapi soal arah: mau dibawa ke mana potensi anak muda?
Jangan biarkan semangat anak-anak Situbondo jadi asap yang hilang di jalanan. Jangan cuma sibuk rapat koordinasi dan studi banding ke sirkuit luar negeri, padahal yang dibutuhkan adalah kepekaan lokal, bukan anggaran global.
—
Penutup ala Gareng:
Kalau Pemda belum bisa bikin sirkuit, tolong jangan dulu bikin alasan. Karena kalau anak-anak muda terus dikejar tapi tak diberi ruang, yang tumbuh bukan prestasi, tapi frustasi. Dan negeri yang tidak mendengar suara anak mudanya, ya siap-siap dihantam suara knalpot liar tiap malam Minggu!
Situbondo bukan butuh sanksi, tapi solusi. Bukan butuh surat tilang, tapi tempat menyalurkan tenaga dan bakat.
Karena ingat kata pepatah baru: “Yang dilarang balap, belum tentu tak berbakat.”
Dan
“Yang duduk di kantor, belum tentu tahu suara jalanan.”
(Ditulis sambil numpang ngecas HP di pos ronda Dusun Karang Layar)
— Gareng Petruk, 2025.