SITUBONDO— Petani di Situbondo lagi ngambek. Bukan karena bawangnya bau atau ladangnya diserbu ulet bulu, tapi karena satu makhluk penting bernama Penyuluh Pertanian Lapangan alias PPL yang katanya sih sakti mandraguna, tapi kenyataannya lebih sering jadi legenda urban—katanya ada, tapi kok nggak pernah kelihatan.
Masrianto alias Rian, petani bawang dari Desa Pokaan, Kecamatan Kapongan, curhat sambil ngupas bawang, “Seumur-umur saya nanem bawang, ndak pernah lihat sosok PPL datang ngajari atau sekadar bilang ‘halo petani’. Kalau yang dari perusahaan pupuk, malah rajin datang, ya meski ujung-ujungnya jualan.”
Wah, PPL kalah aktif sama sales pestisida, ya? Padahal yang satu digaji negara, yang satu digaji target penjualan!
Menurut Rian, petani-petani kecil seperti dia butuh bimbingan, bukan cuma motivasi dari baliho. Kalau panen gagal karena serangan hama, satu-satunya strategi pertahanan adalah ilmu tanya-menanya antar petani. “Tiap ada hama, kita tanya ke tetangga. Bukan karena guyub, tapi karena ndak tahu harus lapor ke siapa,” keluh Rian, sambil mengelus daun bawangnya yang moler kena jamur.
Padahal, Pemkab Situbondo sudah bikin program gagah berjudul “Satu Desa Satu PPL”. Tapi ternyata, jumlah PPL-nya baru 55 orang untuk 132 desa. Jadi satu PPL bisa rawat dua desa, tiga lahan, empat kelompok tani, lima ekspektasi, dan enam WhatsApp grup yang nggak dibales-bales.
Situasi ini tentu rawan jadi lahan “panen” sindiran. Kalau PPL dijadikan tokoh pewayangan, mungkin cocoknya jadi Semar ilang kabare. Dipanggil-panggil, diam seribu pupuk kandang.
Gareng Petruk sebagai media rakyat jelata menyoroti ini bukan sekadar untuk nyelekit, tapi buat ngingetin: kalau petani dibiarkan jalan sendiri, jangan heran kalau pangan kita kayak harga cabai: naik turun, banyak drama, dan bikin nangis.
Rian pun titip pesan buat pejabat: “Petani itu ndak butuh upacara atau seremoni, cukup datang, dampingi, dan bantu saat kami panik karena hama, bukan datang waktu mau panen foto buat laporan.”
Wah, dalem banget, Pak Rian. Kata netijen: “Ngomongnya sederhana, tapi makjleb kayak harga bawang pas turun drastis.”
Harapannya sederhana: panen sukses, harga bagus, dan PPL jangan cuma nongol di SPJ.
Ayo dong, Situbondo! Petani bukan objek selfie, mereka ujung tombak ketahanan pangan. Kalo tombaknya bengkok, ya jangan heran kalau nasi kita masa depan tinggal jadi status nostalgia!
(Misyono/GarengPetruk.com)