BANYUWANGI, 6 Mei 2025 – Ada pemandangan unik di Mapolresta Banyuwangi siang itu. Belasan tokoh lintas iman, lintas usia, dan lintas hati nurani yang tergabung dalam Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) tiba-tiba menyambangi markas polisi.
Bukan mau demo, bukan pula ngadu maling ayam—tapi mau “wadul resmi” tentang hukum yang jalannya kayak sinetron: panjang, berliku, dan penuh plot twist.
Gareng nyeletuk: “Ada kasus mandek sampe Kasatreskrim ganti lima kali? Itu bukan penegakan hukum, itu sinetron ‘Tersandung Tak Tamat’!”
Ketua RKBK, Hakim Said, SH, yang lebih cocok dipanggil “Jaksa Rakyat”, dengan tenang namun tajam menyampaikan uneg-uneg:
“Banyak kasus laporan warga yang bertahun-tahun ngendon di lemari. Galian C juga makin menggila, tanah dibongkar, lingkungan dibantai, rakyat dibiarkan…”
Petruk geleng-geleng: “Yang dibongkar jangan cuma tanah, Pak. Bongkar juga itu jaringan galian C ilegal yang licin kayak belut!”
Kapolresta Kombes Rama Samtama Putra yang menyambut mereka di aula lantai dua, tak banyak gaya. Tanpa senyum palsu, beliau malah bilang:
“Saya nggak butuh pujian. Kirim datanya, kami tindak lanjuti. Titik!”
Gareng tepuk tangan: “Weh, mantap! Ini baru Kapolresta rasa tembok keadilan. Kuat, nggak gampang roboh!”
Kapolresta juga ngaku: “Memang lebih dari 70 persen aduan numpuk di Satreskrim. Tapi kita akan prioritaskan yang paling berdampak.”
Masalah lalu lintas juga disebut. Tapi Petruk nyeletuk lagi:
“Jalanan macet, kasus hukum ngaret, semoga bukan karena kabel birokrasi yang kusut!”
Galian C Jadi Bintang Tamu
Soal tambang galian C, RKBK menyuarakan keresahan rakyat. Ilegal? Banyak. Merusak? Jelas. Tapi kenapa bisa eksis terus?
Gareng: “Kalau tambangnya ilegal, kok berani ngangkut pakai truk besar, dikawal pula? Jangan-jangan pelakunya bukan rakyat biasa, tapi ‘raja kecil’ pakai tameng kekuasaan?”
RKBK menuntut: pengawasan harus tegas, jangan pilih kasih. Jangan yang kecil langsung ditindak, yang besar malah dikasih “karpet hukum”.
Kapolresta pasang sikap waspada:
“Kami terbuka menerima kritik. Ada laporan lengkap? Kirim! Jangan cuma lewat rumor warung kopi!”
WhatsApp Jadi Senjata Baru
Polresta kini punya program “Wadul Kapolresta” via WhatsApp. Katanya sih buat mendekatkan polisi ke rakyat.
Petruk nyeletuk: “Semoga balasannya bukan template: ‘Terima kasih laporannya, akan kami tindak lanjuti’… lalu hilang seperti sinyal di hutan!”
Penutup Doa, Tapi Kritik Tetap Membara
Audiensi ditutup dengan doa oleh KH. Ikrom Hasan, sesepuh RKBK.
Doa yang khusyuk, harapan yang tulus, dan pesan yang dalam: hukum itu bukan soal seragam, tapi soal keberanian menjaga keadilan.
Gareng tutup kalimaté: “Kalau rakyat bisa wadul dan polisi mau dengerin, itu sinyal negeri ini belum tumpul sepenuhnya. Tapi ingat, jangan hanya didengar, harus juga ditindak!”
















