Banyuwangi, 12 Juni 2025 –
Di tengah riuhnya dunia digital yang makin doyan scroll, masyarakat Osing Banyuwangi malah asyik nge-refresh budaya yang usianya udah lewat 300 tahun!
Seblang Bakungan namanya—ritual adat sakral yang bikin trending topic di hati para pecinta budaya, bukan karena endorse, tapi karena ketulusan dan spiritualitas lokal yang bikin bulu kuduk berdiri (dalam arti baik, ya).
—
Joget Trance: Ketika Tradisi Bukan Sekadar Gimmick
Tepat di malam Kamis yang adem dan syahdu, ribuan warga tumplek-blek di Sanggar Seblang, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah. Tapi ini bukan nonton konser K-pop atau demo harga cabai naik. Ini adalah bentuk cinta pada leluhur: dari tumpengan berjamaah, obor ider bumi, sampai tarian trance yang bukan editan CGI.
Isni, sang penari 53 tahun, jadi bintang malam. Bukan karena follower Instagram-nya, tapi karena dia dipercaya menjadi medium roh leluhur. Saat gending mengalun, Isni menari dalam kondisi kesurupan, bukan karena ngopi lima gelas, tapi karena dirasuki semangat para pendahulu.
Petruk nyeletuk:
> “Kalau kesurupan zaman now karena sinyal hilang, di sini karena budaya hidup!”
—
Tumpeng Pecel Pithik: Makanan Sakral yang Anti Cuan
Sebelum trance dan joget mistis dimulai, warga menggelar pecel pithik beralaskan tikar di bawah nyala obor. Semua makan bareng, nggak ada yang update status dulu.
Ini bukan catering pesta, tapi bentuk syukur dan kebersamaan. Cuma di sini, makan di jalan malah dianggap suci, bukan pelanggaran ketertiban umum.
Gareng melotot heran:
> “Pecel pithik ini bukan sekadar lauk, tapi pengikat jiwa komunitas. Makan bareng bukan buat kenyang doang, tapi bikin hati tenang.”
—
Seblang: Di Mana Leluhur, Wisatawan, dan Profesor Joget Bareng
Tradisi ini gak cuma bikin warga lokal tersihir (secara batin ya, bukan pakai dukun), tapi juga para turis internasional.
David dari Selandia Baru bilang:
> “Tradisi ini lebih dalam dari film dokumenter budaya manapun. Dan pecel pithiknya… surprisingly tasty!”
Hadir pula Prof. Sumarsam, Kaplan Professor of Music dari Wesleyan University, yang sudah lebih lama tinggal di Amerika ketimbang umur BTS. Dia terkesima:
> “Gila, saya udah nonton Janger, Mamaca Lontar Yusuf, dan Seblang. Ini seperti nonton Netflix, tapi versi leluhur!”
—
Ketika Modernitas dan Tradisi Bukan Musuhan, Tapi Gandengan
Wakil Bupati Banyuwangi, Pak Mujiono, yang juga ikut hadir (dan tidak kesurupan), menegaskan:
> “Kita dukung pelestarian budaya bukan cuma buat turis selfie-selfie. Tapi untuk gotong royong, warisan leluhur, dan identitas kita sendiri.”
Gareng mengangguk sambil makan rempeyek:
> “Tradisi itu bukan museum, tapi taman bermain jiwa. Kalau gak dijaga, nanti anak cucu cuma kenal TikTok, lupa sama Seblang.”
—
Sindiran Lembut Bernada Cinta:
💥 Negara dan pemda kadang bangga sama budaya, tapi suka nyumbang dana kecil kayak kasih uang jajan ponakan.
💥 Tradisi sakral bisa jadi magnet ekonomi, tapi jangan sampai dilecehkan cuma jadi tontonan “exoticism” turis.
💥 Generasi muda perlu tahu: Seblang bukan cosplay, ini ritus hidup. Jadi, jangan cuma suka Korea, tapi lupa Osing.
—
Penutup Penuh Makna dan Tawa Ringan:
Petruk bersyair lirih:
> “Seblang menari, roh pun berseri,
Pecel pithik bikin hati berseri,
Tradisi sakral jangan jadi parodi,
Rakyat lestari, budaya lestari, negara pun wibawa tak lari.”
Gareng menyahut:
> “Kalau rakyat bisa menjaga budaya ratusan tahun,
kenapa birokrasi gak bisa jaga sistem pelayanan dua bulan aja?”
—
GarengPetruk.com – Budaya boleh mistis, tapi pikir kita harus realistis.
Karena negeri yang besar, bukan hanya karena gedungnya tinggi, tapi karena rakyatnya tahu siapa dirinya.
















