Rambipuji, 2 Mei 2025 — Hari ini, suasana Jalan Wr. Supratman bukan seperti biasa. Biasanya yang macet cuma pas pasar kaget, tapi kali ini macet karena kirab bocah TK dan PAUD se-Kecamatan Rambipuji. Wah, kalau sudah urusan bocah-bocah lucu begini, Gareng dan Petruk pun geleng-geleng kepala sambil ngakak—masak ada pawai pendidikan tapi isinya para calon presiden masa depan yang tingginya baru sebatas gagang pintu!
Tema kirab kali ini: “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu”. Berat nian temanya, kayak tugas akhir mahasiswa semester tua. Tapi justru anak-anak ini yang jadi pelaku utamanya. Hebat! Sementara yang tua-tua kadang masih sibuk debat kurikulum di grup WhatsApp RT.
Acara dimulai jam 8 pagi, diawali dengan doa bersama (syukur bukan orasi politik). Lalu disambung sambutan dari Sekcam Rambipuji, Pak Suharto—bukan yang dulu ya, ini versi lokal. Beliau menyampaikan salam dan permohonan maaf Pak Camat yang batal hadir karena ada agenda penting di Jember. Yah, semoga bukan agenda sarapan di warung soto favorit.

“Putra-putri bangsa perlu diajarkan hormat pada pendidikan sejak dini,” kata Pak Sekcam. Wah, bagus ini. Tapi sayang, kadang yang diajar hormat malah lebih cepat tanggap dibanding yang ngajarnya—apalagi kalau urusan disiplin anggaran dan transparansi dana BOS, ya, Pak?
Bu Luvita, guru TK Tunas Rimba dari Dusun Kaliputih, juga turut bahagia. Katanya murid-muridnya semangat banget mau tampil. Tapi sayang, anak-anak yang semangat mau pakai pakaian adat, malah disarankan pakai kaos olahraga biar irit dan simpel. Hmm… ini hemat atau malas ribet, Bu Panitia? Jangan-jangan panitianya trauma setrika baju adat semalaman.
Di sela-sela kirab, Bu Ismi—warga yang anaknya ikutan kirab—bilang, “Saya setuju, ini bagus untuk melatih mental dan patriotisme anak.” Nah! Ini baru emak revolusioner. Bayangkan, sementara banyak orang tua sibuk nanyain ranking dan les ini-itu, Bu Ismi justru fokus sama mental dan karakter. Hormat, Bu!

Ketua panitia, Bu Nila Erwina, bilang total peserta sekitar 1.400 anak. Start di depan SD Rambipuji 01 dan finish di kantor kecamatan. Duh, 1.400 bocah? Itu bukan kirab lagi, itu parade semangat nasionalisme mini! Bahkan Satuan Pol PP, Polsek, Koramil, sampai Nakes pun turun tangan. Sungguh HARDIKNAS rasa konser dangdut keliling!
Bu Nila juga ucap terima kasih ke semua pihak. Wah, kalau semua kerja sama seperti ini, mungkin pembangunan jalan juga bisa selesai sebelum musim duren.
Sindiran manis ala Petruk: Acaranya hebat, tapi jangan cuma seremoni. Pendidikan itu bukan kostum kirab, yang dipakai hari ini lalu dilipat rapi. Jangan sampai HARDIKNAS hanya jadi rutinitas tahunan yang semu. Anak-anak sudah semangat, masa kita yang dewasa masih sibuk ribut anggaran, pungli, atau rebutan jabatan kepala sekolah?
Pesan ala Gareng: Kalau pendidikan dimulai sejak dini, maka pembodohan juga harus dihentikan sejak dini—terutama yang dilakukan sistematis oleh kebijakan yang asal tempel slogan.
Jadi, HARDIKNAS di Rambipuji kali ini? Keren, lucu, penuh harapan. Semoga tahun depan tambah meriah, dan bukan cuma jadi panggung foto-foto, tapi juga tonggak nyata pendidikan bermutu.
—
Kalau Petruk bilang: “Wong cilik wis melek pendidikan, sing gedhe ojo malah tutup mata.”
















