Gareng:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saudara-saudara!
Inilah hari raya yang ditunggu-tunggu para pemilik sapi,
Ditakuti para sapi,
Dan dimanfaatkan oleh para “sapi-sapi konten digital”! 🐄📸
Petruk:
Hohoho… betul, Reng!
Hari Raya Idul Adha itu suci.
Tapi sekarang kadang lebih ramai foto-foto selfie dengan sapi daripada renungan tentang pengorbanan Nabi Ibrahim!
Sapinya diikat rapi, disemprot parfum, dilap pakai tisu basah, terus dikasih caption:
“#BismillahKurban2025 semoga berkah. Jangan lupa like dan repost yaa…”
Lah ini kurban apa endorsement?
—
Gareng:
Ngomong-ngomong soal kurban, Truk…
Aku heran. Di kampungku, orang kaya kurban lima sapi,
Tapi waktu tetangganya minta tolong bayar iuran BPJS, jawabannya:
“Maaf ya, saya lagi fokus ibadah.”
Halah! Ibadah kok lupa sama tetangga?
Nabi Ibrahim diuji disuruh menyembelih anak,
Kita disuruh bantu tetangga beli obat batuk aja pura-pura ngantuk!
Petruk:
Hohoho! Betul, Reng!
Zaman sekarang kurban kadang jadi ajang pamer:
Sapi jumbo, video sinematik, drone mengelilingi kandang, dan musik latar islami remix.
Yang disembelih bukan cuma sapi,
Tapi juga keikhlasan.
Yang dikorbankan bukan nafsu,
Tapi justru empati—demi estetika media sosial!
—
Gareng:
Tapi aku salut juga sih sama panitia kurban…
Kerjanya luar biasa!
Cuma masalah muncul pas pembagian daging:
Pak RT dapat bagian daging terbaik,
Pak RW dapat paha,
Warga biasa? Dapat lemak plus plastik pembungkusnya!
Lho, ini kurban atau kapitalisme lokal?
Petruk:
Hohoho! Yang paling lucu itu pembagian daging pakai timbangan digital,
“Ini 250 gram buat yang rumahnya dua pintu,
300 gram buat yang sering salat jamaah.”
Lah, ini timbangan daging atau timbangan amal?
Apa kita perlu aplikasi “Kurban Syariah Delivery” sekalian?
—
Gareng:
Tapi serius, Truk. Makna kurban itu dalam banget.
Nabi Ibrahim itu diuji dengan pengorbanan terbesar:
Menyembelih anaknya, Ismail. Tapi beliau lulus.
Sekarang? Kita diuji untuk menyembelih ego,
Eh malah kita lebih senang menyembelih rasa peduli!
Korban fashion, korban gengsi, korban followers dan views.
Petruk:
Hohoho…
Idul Adha seharusnya ngajari kita jadi manusia seutuhnya, bukan cuma penyembelih daging.
Belajar membedakan antara berkurban dan mengorbankan.
Yang dikurbankan itu rasa pamrih, nafsu duniawi, dan sifat pelit.
Bukan cuma beli sapi online, setor ke panitia, lalu lanjut liburan staycation!
—
Gareng:
Akhir kata, saudara-saudara…
Idul Adha bukan soal berapa besar sapimu,
Tapi seberapa lapang hatimu.
Bukan soal dokumentasi penyembelihan,
Tapi soal kontemplasi: sudah sejauh mana kita belajar ikhlas dan peduli?
Yuk… kurbankan rasa pamer,
Sembelih sifat pelit,
Dan bagikan daging kepada hati yang lapar akan kasih sayang dan perhatian.
Petruk:
Hohoho…
Saya tambahkan ya, Reng:
Lebih baik menyembelih kesombongan,
Daripada menyembelih lima ekor sapi tapi tak mengerti makna pengorbanan.
Bersama:
SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA!
Semoga kita semua bukan cuma tukang potong daging,
Tapi juga pemotong ego, pamrih, dan kesombongan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!
















