Petruk Ngguyu, Gareng Nggagas – Suasana di Rupatama Polresta Banyuwangi, Selasa (27/5/2025), mendadak berubah jadi dojo damai nasional. Bukan karena ada pertarungan antar pendekar, tapi karena seluruh perguruan silat di Kabupaten Banyuwangi lagi ngumpul… bukan buat sparring, tapi buat srawung dan nyathet komitmen damai bareng Polresta.
Acara ini bukan hanya lokal Banyuwangi, lho! Ini bagian dari deklarasi serentak se-Jawa Timur yang dipimpin langsung via Zoom oleh Kapolda Jatim, Irjen Pol Nanang Avianto. Yah, mungkin ini satu-satunya turnamen silat yang pemenangnya bukan yang paling kuat, tapi yang paling adem pikirannya.
Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, tampil gagah dan tegas, tapi tetap sejuk kayak es dawet. Beliau bilang, “Ini bukti semangat bersama menjaga kamtibmas dan mempererat persaudaraan antar pesilat.” Nah lho, bukan cuma jago pukul, tapi juga jago peluk. Pelukan damai, maksudnya.
Sembilan Komitmen, Bukan Sembilan Naga
Para pendekar sepakat dengan sembilan poin komitmen. Isinya bukan mantra sakti atau jurus mabuk, tapi larangan pakai atribut buat hal ilegal, janji gak bakal ngumpulin massa buat tawuran, bikin tim siber buat jaga medsos, dan mendukung Polri dalam menegakkan hukum.
Gareng nyelutuk, “Iki lho, silatnya jangan cuma di lapangan. Silat lidah juga penting, buat damai. Jangan dikit-dikit klesotan massal!” Petruk nambahi, “Apalagi zaman medsos. Jari bisa lebih bahaya dari jari telunjuk pendekar.”
Dari Tendangan ke Pelukan
Kalau biasanya perguruan silat adu jurus, kali ini adu komitmen. Semua ketua perguruan duduk bareng, tangan di atas meja, bukan di atas kepala lawan. Ini momen langka, kayak ngelihat Petruk naik Harley.
Kapolresta juga wanti-wanti, supaya para pesilat jangan gampang kesulut emosi apalagi hoaks. “Jaga nama baik perguruan, jangan sampai jadi trending karena kerusuhan,” ujarnya.
Silat: Dari Warisan Jadi Solusi
Jangan salah paham, silat itu warisan budaya, bukan warisan masalah. Banyuwangi, yang terkenal dengan Gandrung dan kopi, sekarang makin harum dengan semangat perdamaian para pesilatnya.
Gareng ndelik di pojokan sambil nulis, “Semoga besok-besok deklarasi damainya gak cuma di aula, tapi juga di jalanan, di status medsos, di pikiran, dan di hati.” Petruk nyeletuk, “Silat itu seni. Yang ribut itu egonya.”
Akhir kata, mari kita dukung para pendekar damai ini. Biar otot kenceng, tapi otak tetep adem. Biar jago gebuk, tapi lebih jago merukunkan. Dan semoga, Banyuwangi jadi pusat silat damai se-Indonesia.















