KLATEN – Sabtu malam (28/06/25) di langit Desa Sudimoro, Kecamatan Tulung, Klaten, wayang kulit digelar, rakyat berkumpul, dan jeng jeng jeng… Wakil Rakyat dari Senayan pun nongol! H. Didik Haryadi, S.T., S.H., anggota DPR RI, hadir di tengah semangat bersih desa ala warga Dukuh Jaten.
Acara yang awalnya tasyakuran dan nguri-uri budaya, mendadak jadi arena reuni pemilu dan pelantikan spiritual. Bukan main! Warga bersorak, wayang digelar, dan Pak Didik ikut manggung meski tanpa blangkon.
Gareng Ngelus Dada, Petruk Ngelus Perut:
“Wayang kulit tampil, rakyat senang. Tapi yang bikin mewek, ternyata jalan masuk ke Senayan bisa lewat Jaten! Lah wong Gareng tiap hari lewat Dukuh Jaten kok nggak nyampe-nyampe jadi anggota DPR!” ujar Petruk, sambil gigit cabai rawit.
Gareng nyeletuk, “Iyo Le, bedane Didik Haryadi sama awak dewe itu satu: support system-nya warga Sudimoro. Lha awak dewe? Support-nya cuma dari warung kopi!”
Kepala Desa Nggak Mau Kalah
Kepala Desa Sudimoro, Agus Erwanto, dalam sambutannya tampak bersinar lebih terang dari lampu sorot panggung. Ia ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kayak kasih mahar, buat warga yang ngurusi acara dari nol, dari kompor ngadeg sampai wayang golek.
“Semoga warga Jaten sehat, selamat, bahagia dunia akhirat, plus cukup kebutuhan harian… terutama yang belum nyicil motor baru,” ujarnya sambil lirak-lirik ke arah warga yang nyeker.
Ia juga bangga karena warga masih setia nguri-uri budaya Jawa meski TikTok dan Reels makin merajalela. Ditambah nuansa Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah, bikin suasana makin sakral dan nge-blend antara langit dan tanah Jawa.
Didik Haryadi: Dari Jaten Menuju Senayan
Pak Didik, wakil rakyat idaman emak-emak grup PKK, tampil sederhana tapi penuh punchline. Ia mengaku tidak nyasar ke Dukuh Jaten.
“Alhamdulillah saya sampai ke Senayan itu lewat jalan ini. Bener, bukan metafora. Dukuh Jaten ini seperti tol spiritual buat saya,” katanya, bikin warga ngakak dan bangga dalam satu tarikan nafas.
Pak Didik juga humanis—bukan cuma karena suka ngobrol, tapi juga bisa guyon sama dalang dan penabuh gamelan. Warga merasa dekat, seperti Pak Didik itu tetangga sebelah yang kerja di Jakarta tapi masih ikut jimpitan.

Petruk Nyindir:
“Le, bersih desa itu ibarat ngepel hati. Tapi kalo yang datang cuma waktu mau pemilu, itu namanya bersih-bersih niat. Untung Pak Didik datang bukan musim kampanye. Berarti dia masih ngerti bedanya wayang dan wayangan.”
Gareng menimpali, “Yang penting, jangan cuma ikut nonton wayang, tapi juga jadi wayang yang bener. Wayang yang digerakkan oleh nurani, bukan oleh lobi-lobi kopi.”
Acara Sukses, Warga Puas, Dalang Nggak Kehujanan
Pagelaran berlangsung meriah. Suasana penuh tawa, nostalgia, dan harapan. Warga senang, bukan cuma karena nonton wayang gratis, tapi juga karena bisa ketemu wakil rakyat yang datang bukan karena panggilan buzzer.
Mudah-mudahan, acara kayak gini terus dihidupkan. Jangan cuma jadi agenda pas “pengin nyalon lagi”.

Gareng-Petruk Closing Statement:
“Kalau jalan menuju Senayan bisa lewat Dukuh Jaten, semoga jalan warga menuju kesejahteraan juga bisa lewat pintu yang sama: dari bawah, dari rakyat, dari budaya!”
(Pusoko – Biro Klaten, garap berita sambil makan tiwul dan nyimak suluk) 🎭