JEMBER –Jika jalan menuju surga itu lurus, maka jalan menuju Kecamatan Bangsalsari kini muter-muter kaya ular tangga. Gara-gara jalan utama di Dusun Krajan dan Dusun Rambutan ditutup sepihak oleh PT. KAI Daop IX Jember, warga terpaksa ngebut drift dua kilometer cuma buat ke pasar atau nganter jenazah. Iya, beneran, jenazah juga jadi korban kebijakan absurd!
Gareng sambil nyangklong rokok ketek:
“Wong urip susah, wong mati kok yo dibikin susah. Lah nganter ke pemakaman jadi kayak marathon dadakan. Opo kudu daftar ojek jenazah online ndek kene?”
Petruk nyeletuk sambil nyemil keripik singkong:
“Jalan ditutup, ekonomi tersendat, rakyat menderita. Tapi plang penutup jalan tetep gagah, mbok ya dijak rembugan sek, Le!”
Lokasi penutupan:
Sebelah selatan Kantor Kecamatan Bangsalsari dan Pasar Kota. Di barat Stasiun Kereta Api Bangsalsari. Lokasi strategis? Jelas. Tapi sekarang berubah jadi zona terlarang. Kalau mau lewat situ, siap-siap jadi pesilat keliling dusun.
H. Nur Holis, Kepala Desa Bangsalsari, geleng-geleng kepala. Beliau mengeluh keras, tapi tetap santun, khas kepala desa. “Warga kami menderita, muter-muter hanya demi beli bawang atau bayar pajak. Kalau ada orang meninggal, harus muter dua kilometer, padahal jalan lama tinggal buka!”
Ali Sodikin, Ketua RT Dusun Rambutan, nggak kalah gas. “Saya sudah bersurat ke Presiden, ke Menteri Perhubungan, ke Dinas Terkait. Kalau perlu, saya minta tolong ke Superhero Marvel, asal jalan dibuka!”
Gareng manggut-manggut:
“Sik, iki jenenge rakyat ngalah terus. Wong nulis surat sampe ke Jakarta itu artinya sudah mentok! Ibarat nelpon darurat ke langit karena sinyal di bumi ilang.”
Petruk nyeletuk dengan gaya penyair:
“Jalan ditutup, logika ditinggal. Ke pasar muter, ke kantor kecamatan kayak naik gunung. Kapan giliran akal sehat yang dibuka?”
Pak Wahid, warga yang rumahnya nempel sama pintu penutup, juga minta keadilan. “Kalau jalan ini dibuka lagi, bukan cuma warga senang, tapi ekonomi juga bisa bernafas. Ini bukan jalan saya pribadi, ini jalan harapan kami.”
Kritik Model Gareng-Petruk:
Kenapa jalan publik bisa ditutup sepihak? Kok rakyat kudu ngemis-ngemis? Di mana ruang musyawarah? Di mana kajian dampaknya? Masa infrastruktur publik jadi kaya kontrakan, bisa digembok suka-suka?
Kesimpulan ala rakyat kecil:
Rakyat bukan minta jalan tol. Rakyat cuma minta jalan biasa yang bisa dilalui tanpa drama dan kilometer tambahan. Kalau jalan umum ditutup tanpa dialog, itu sama saja menutup akal sehat publik.
Pesan kami untuk PT KAI dan Pemda Jember:
Buka mata, buka telinga, lalu buka jalan.
Karena rakyat bukan kargo yang bisa disuruh muter, tapi pemilik sah negeri ini yang berhak hidup dengan wajar.
#BukaJalanKami #JalanUntukRakyat #BangsalsariTertutupHatinyaTerbuka
Salam dari kami, Gareng dan Petruk – dua wong cilik sing ora cilik akale.