JEMBER, garengpetruk.com – Di tengah sawah yang makin gersang oleh janji, dan pupuk yang lebih susah dicari daripada jodoh mapan, sebuah kabar segar datang dari Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember. Kamis (12/06/2025), Wakapolres Jember Kompol Ferri Dharmawan sowan ke Balai Desa, bukan buat sidak atau tangkap maling, tapi buat ngumpul bareng petani dan perangkat desa dalam rapat koordinasi ketahanan pangan.
Bersama Kepala Desa Mohamad Sholeh, para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan kelompok tani, mereka duduk bareng—nggak pake protokol ribet, nggak ada baliho besar, cuma obrolan yang (katanya) serius tentang nasib perut rakyat.
Sinergi dan Semangat… Tapi Lahan Masih Terancam
Kompol Ferri bilang begini,
> “Kami siap mendukung segala bentuk upaya positif demi kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang ketahanan pangan.”
Kalimatnya manis, semanis teh tubruk dari warung sebelah Balai Desa. Tapi rakyat ndeso udah khatam: kata “siap mendukung” seringkali berakhir jadi spanduk doang. Buktinya, petani masih harus jual gabah murah, beli pupuk mahal, dan ketika gagal panen, yang datang cuma “simpati”, bukan “subsidi”.
Petani Lojejer: Tangguh Bukan Karena Negara, Tapi Karena Terbiasa Susah
Kepala Desa Sholeh bersyukur dan berterima kasih, katanya:
> “Kami bangga dengan perhatian kepolisian terhadap isu pertanian di tingkat desa.”
Ya jelas bangga, wong biasanya yang datang ke desa cuma debt collector atau sales kartu kredit. Sekali-sekali polisi nongol, itu pun bukan buat nyita motor, tapi bahas ketahanan pangan. Sebuah pemandangan langka yang bikin warga melongo sambil ngelus cangkul.
Gareng Berkata: Dari Rapat ke Rakyat, Jalannya Masih Banyak Lubang
Gareng Petruk yang dari tadi nguping di pojok sambil ngudud rokok klembak, geleng-geleng sambil nggumun:
> “Ketahanan pangan kok rapatnya di balai desa, bukan di sawah. Pangan itu nggak tahan karena petaninya ditinggal, bukan karena kurang seminar.”
Kenyataannya, ketahanan pangan bukan soal duduk bareng lalu pulang dengan notulen, tapi soal petani punya cukup pupuk, air lancar, harga panen stabil, dan nggak dijebak tengkulak tiap musim tanam.
Rapat koordinasi memang penting. Tapi setelah rapat, siapa yang turun tangan? Siapa yang ngawal distribusi pupuk? Siapa yang jaga harga gabah? Jangan sampai polisi cuma datang waktu panen udah digondol maling, bukan waktu petani butuh perlindungan dari mafia pertanian.
Harapan yang Tak Bisa Digoreng
Desa Lojejer dan ribuan desa lain di Nusantara sebenarnya nggak butuh banyak janji, cukup perlindungan nyata buat petani, pupuk yang tak langka, dan harga panen yang masuk akal. Jangan biarkan sawah jadi taman perumahan, dan petani jadi kuli di negeri sendiri.
Gareng menutup dengan tawa getir:
> “Kalau rapat bisa bikin perut kenyang, petani Lojejer pasti udah jadi konglomerat. Tapi sayangnya, yang kenyang itu kadang cuma katering rapatnya…”
Semoga setelah ini, bukan cuma hadir dan foto bersama, tapi benar-benar turun ke sawah, nguping keluh kesah petani, dan jadi bagian dari solusi, bukan dekorasi.
Karena di desa, pangan itu nyawa, dan petani bukan cuma buruh alam, tapi penjaga perut negeri.
Kalau mereka lapar, kita semua ikut meriang.
—
garengpetruk.com – Laman berita yang ngelus dada sambil ngudud, nyindir tanpa ngusir, nulis tanpa nyusahin rakyat.