JAKARTA – Hari terakhir Indo Defence 2025 di JIExpo Kemayoran gegap gempita, bukan karena perang pecah, tapi karena rakyat jelata menyerbu Stand TNI AD. Waduh, suasananya mirip rebutan sembako saat kampanye, padahal yang dibagi bukan minyak goreng, tapi teknologi canggih yang bikin mulut mangap dan alis naik dua senti.
Petruk sempat gumun—kok ya bisa, tentara yang biasanya serem di jalanan, tiba-tiba jadi influencer pertahanan. Stand TNI AD diserbu bak konser K-Pop. Bedanya, yang dipegang bukan lightstick, tapi senapan buatan dalam negeri. Ora main-main, lur!
Katanya sih, teknologi yang dipamerkan bisa melumpuhkan drone, ngelacak musuh, bahkan ada simulasi pertempuran yang bisa bikin kamu lupa utang cicilan motor. “Iki tenan lho, Pakde. Ada alat mirip game, tapi yang ini bisa nyelamatkan negara,” kata Mas Slamet, pengunjung asal Bogor yang datang bawa istri, anak, dan…mertua.
“Indo Defence, Tapi Rasane Ngopi di Warung Tetangga”
Pameran ini katanya ditutup dengan megah oleh Laksda TNI Dr. Sri Yanto, M.Si (Han). Beliau menyebut pameran ini adalah platform strategis, dan Petruk langsung mikir, “Oh, berarti platform ini bisa naikin saham cinta rakyat ke tentara, ya?”
Coba bayangno, 1.182 perusahaan dari 55 negara, 323 delegasi dari 42 negara, 35 MoU, dan 17 kontrak kerja sama. Ini pameran atau ajang kawin massal teknologi? Teknologi dari Jerman, Inggris, sampe Korea semua ngumpul. Tapi sing paling rame ya tetep Stand TNI AD—kayak warung soto Mbok Nah, sederhana tapi ngangeni.
“TNI AD: Dari Lapangan Tempur ke Hati Rakyat”
Biasane, TNI kita dikenal karena baris-berbaris dan tegasnya. Tapi kali ini, mereka pamerin hati juga—eh maksudnya teknologi. Ada alat tempur, ada sistem canggih anti-drone, ada simulasi, ada baju perang yang bikin tentara kayak superhero. Wong-wong kampung sampe bilang, “Iki tentara opo Avenger?”
Anak-anak kecil pada excited, nanya, “Pak, itu bisa tembak alien juga?”
Petugasnya santai jawab, “Kalau aliennya nyerang NKRI, bisa banget.”
Nah, ini baru namanya Total Defence + Total Entertain.
“Sindiran Mesti Lembut, Tapi Nyentilnya Pol”
Tapi ojo lali, Petruk ora sekadar ndagel. Di balik kemegahan pameran, ada tanya menggelitik di dada rakyat kecil. Apa iya teknologi segitu canggihnya juga dipakai melindungi petani yang lahannya diambil, atau buruh yang teriak minta keadilan?
Wong teknologi boleh canggih, tapi kalau yang ngendaliin tetap berpihak ke kekuasaan, rakyat cuma bisa ndelok, ngguyu, terus pulang naik Transjakarta.
Kata Petruk, “Inovasi itu penting. Tapi integritas lebih penting.”
Jangan sampai alat tempur kita malah dipake buat nembak rasa empati ke rakyat sendiri.
Penutup: TNI AD Panutan, Tapi Rakyat Jangan Cuma Jadi Penonton
Pameran ini sukses, ya jelas. Stand TNI AD primadona, ya pancen. Tapi jangan lupa, keberhasilan tentara bukan cuma dilihat dari kerennya stand atau alutsistanya, tapi dari seberapa dekat dia menjaga dan membela rakyatnya.
Jangan cuma Defence Partnerships for Global Peace & Stability, tapi juga Partnerships with Local Warkop for National Sanity.
—
Dari pameran ke warung kopi, dari senjata ke suara hati,
Semoga teknologi ini bukan cuma buat demo di Kemayoran,
Tapi jadi nyata pas rakyat diteror ketidakadilan.
~ Petruk, reporter tanpa pangkat, tapi punya banyak sindiran ~