Kendari, Gareng Petruk News – Kopi Bombana memang harum, tapi kali ini yang tercium adalah aroma dugaan korupsi, bukan sekadar aroma robusta atau arabica. Proyek ekstensifikasi tanaman kopi yang menelan anggaran fantastis Rp 9,9 miliar pada tahun anggaran 2022 kini sedang jadi sorotan tajam. Majelis Perlawan Rakyat (MPR) Sulawesi Tenggara (Sultra) menduga, ada ‘sulap-sulapan’ dalam distribusi bibit kopi. Ya, bibitnya hilang entah ke mana, pupuknya menguap, dan para penerima bantuan? Hanya secuil yang merasakan.
Ketua Umum MPR, Rabil, dengan nada sinis yang tak bisa disembunyikan, mengungkapkan data yang ia pegang. “Dari total 59 kelompok penerima yang direncanakan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), hanya sekitar 40 persen yang benar-benar menerima bibit kopi,” ujarnya, seolah-olah jumlah tersebut hanya setengah cangkir dari secangkir penuh harapan. Namun, harapan pun semakin pudar karena kelompok yang ‘beruntung’ ini pun katanya tidak menerima pupuk, insektisida, ataupun fungisida yang dijanjikan.
“Sampai-sampai kami curiga, bibit kopi ini bisa tumbuh hanya dengan doa, tanpa pupuk,” sindir Rabil. Ia juga menambahkan, ada dugaan kuat bahwa proyek ini adalah permainan kroni eks Bupati Bombana, Tafdil, yang bekerjasama dengan Kadis Pertanian Bombana, Rahmat, dalam menjalankan proyek yang katanya untuk kesejahteraan petani kopi tersebut.
“Kami mendapatkan informasi bahwa bibit kopi ini seharusnya tersebar di berbagai kecamatan, tetapi faktanya hanya sebagian kecil daerah yang menerima,” tambahnya. Padahal, bibit kopi ini diklaim bisa dipanen dalam 14 bulan masa tanam. Jadi, di mana bibit-bibit lainnya? Apakah mereka ‘terkubur’ di tanah birokrasi yang subur korupsi?

Rabil dan timnya mendesak Kejaksaan Tinggi segera turun tangan. “Kejaksaan harus segera mengusut tuntas kasus ini dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat, termasuk Tafdil dan Rahmat,” tegasnya. Kasus ini harus dibersihkan, seperti menyiram bibit kopi yang kering kerontang—agar yang tumbuh adalah keadilan, bukan pohon-pohon ketidakadilan yang rimbun.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, mantan Bupati Bombana, Tafdil, memilih diam seribu kata. Entah mengapa, eks bupati ini tampaknya lebih suka ngopi tanpa berbagi cerita. Sementara itu, Kadis Pertanian Rahmat juga tampak sibuk ‘ngurusin tanaman,’ tapi bukan tanaman kopi, melainkan diam seribu bahasa saat diminta klarifikasi.
Jadi, proyek kopi ini hanyalah secuil dari berbagai persoalan yang menumpuk di Bombana, atau memang ada yang sengaja disembunyikan? Gareng Petruk News akan terus mengupasnya sampai ke akarnya. Kalau bibit kopinya tidak tumbuh, paling tidak, benih-benih keadilan yang akan kita tuai.
Gareng Petruk News – Kopi satir, pahit di bibir, tapi bikin mikir!















