Jakarta, garengpetruk.com – Udara di Hall Dewan Pers, Senin (23/6), terasa lebih sejuk dari biasanya. Bukan karena pendingin ruangan yang baru diservis, tapi karena rapat perdana gabungan Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) Kongres PWI 2025 dibuka dengan semangat persatuan, suasana adem, dan tentu saja… kopi panas yang numpang dingin.
Ketua SC Zulkifli Gani Ottoh dan Ketua OC Marthen Selamet Susanto tampil bak duet dangdut politik: satu tenang dan sistematis, satu lagi hangat dan taktis. Tapi jangan salah, keduanya sepakat, Kongres ini bukanlah ajang cari panggung apalagi cari password WiFi. Ini soal marwah. Soal netralitas. Soal menjaga organisasi wartawan tertua di republik ini agar tidak berubah jadi organisasi “wartawan tua yang hobinya tua-tua keladi.”
“Netralitas itu bukan hiasan kata di baliho, tapi pondasi kongres yang damai,” ujar Marthen dengan wajah serius, meski bajunya batik ceria.
Raja Parlindungan Pane, Wakil Ketua OC, juga nimbrung memberi wejangan: “Udah ya, jangan balas-balasan pantun di media. Kita ini bukan sedang lomba puisi 17-an.” Sindiran halus tapi telak, karena beberapa grup WA wartawan sempat jadi ajang haiku politik dan soneta sindiran.

Tema Kongres: “Bangkit dan Bersatu”
Yah, tema ini kayak bekal perjalanan spiritual: singkat, padat, berat. Bangkit, karena katanya sudah terlalu lama organisasi ini rebahan. Bersatu, karena ya… kita tahu sendiri, wartawan kalau udah beda kubu, ngalahin fanbase K-Pop.
Rapat juga memutuskan agenda utama kongres: pemilihan Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan. Nama-nama calon belum diumumkan, tapi suara-suara di lorong sudah mulai berbisik lebih keras dari toa musala. Bahkan ada yang bilang, “Yang netral itu cuma soto. Tapi ya tetap enak dimakan bersama.”
Zulkifli menegaskan bahwa semua akan diputuskan di forum Tata Tertib tanggal 29 Juli 2025. Forum ini, menurutnya, bukan cuma tempat bahas pasal dan ayat, tapi juga tempat menyaring ambisi agar tak berubah jadi amnesia etika.
“Jangan bermanuver di media. Kita ini panitia kongres, bukan peserta reality show politik,” katanya sambil mengelus-ngelus alis.

Pakta Integritas: Kontrak Moral atau Syarat Masuk Surga?
Panitia berencana membuat pakta integritas, bukan cuma satu tapi dua: satu untuk panitia dan peserta, satu lagi khusus untuk Ketua Umum terpilih. Belum jelas apakah akan ditandatangani di atas materai atau di atas sajadah, yang jelas ini usaha baik agar nanti tidak ada yang teriak: “Wah, gue digugat karena kongres kemarin pakai kemeja motif!”
Kabar baiknya, kongres ini akan dibuka oleh Ketua Dewan Pers, disambung sambutan Komdigi dan Menteri Hukum. Kabarnya juga akan ada kopi gratis dan senyum gratis, selama tak ditodong pertanyaan soal “siapa yang didukung.”
Kritik Halus ala Ketoprak: Jangan Jadi Wartawan yang Lupa Caranya Mendengar
Rapat perdana ini bukan hanya soal menyamakan visi. Ini juga pengingat, bahwa wartawan, sebelum menulis, harus bisa mendengar. Dan sebelum bicara soal netralitas, harus bisa menahan jempol agar tak gatal mencuit atau nyinyir di grup-grup.
Kata Gareng: “Wartawan itu tugasnya nulis, bukan nyulut.”
Kata Petruk: “Lha kalau wartawan nyulut, yang kebakar nanti bukan berita, tapi nama baik sendiri.”
Maka, semoga Kongres PWI 2025 bukan hanya soal pemilihan ketua, tapi juga pemulihan nurani. Bukan hanya tentang siapa yang duduk di kursi teratas, tapi juga siapa yang sanggup menunduk untuk mendengar suara paling kecil.
Dan seperti kata orang bijak dari warung kopi dekat Hall Dewan Pers:
“Kalau kau tak bisa menyatukan, setidaknya jangan memecah. Kalau kau tak bisa menenangkan, jangan memanas-manasi. Kalau kau wartawan, jadilah wartawan. Jangan berubah jadi wasit yang ikut main.”
Ayo bangkit, ayo bersatu. Tapi jangan lupa ngopi dulu. Kongres masih lama, suasana harus tetap adem.
garengpetruk.com – Di balik berita, selalu ada cerita.















