Gareng: “Truk, kok sekarang orang-orang lebih sibuk ngurusin like daripada ngurusin laku?”
Petruk: “Lha piye, Le. Di era digital, ukuran eksistensi bukan lagi akhlak, tapi algoritma!”
Begitulah percakapan dua tokoh pewayangan yang katanya punah, tapi sebenarnya sedang reborn di Instagram dan TikTok. Di balik banyolan, tersimpan keresahan sosial khas sosiologi: bagaimana teknologi mengubah cara manusia berinteraksi, menyikapi nilai, bahkan… membentuk struktur sosial baru bernama ‘followers’.
—
Medsos: Arena Baru Sosiologis
Sosiologi sejatinya mempelajari interaksi sosial. Nah, kalau dulu interaksi itu tatap muka, sekarang tatap layar. Dulu kalau marah debat di pos ronda, sekarang cukup lewat Instastory bertema “Dear kamu yang…”.
Apakah ini salah? Belum tentu. Tapi Petruk mencatat: “Medsos telah membuat orang merasa kenal padahal sebenarnya cuma ‘follow’.” Ini jadi gejala baru—interaksi maya yang lebih sering mengarah ke ilusi kebersamaan.
—
Stereotip, Norma Baru, dan Tekanan Sosial Digital
Kata Gareng sambil nyeruput kopi, “Truk, sekarang norma sosial dibentuk dari konten viral, bukan kitab moral.”
Bener juga. Apa yang dulu dianggap tak pantas, sekarang bisa jadi tren. Apa yang dulu diam-diam, kini diumbar demi engagement. Sosiolog pasti senyum kecut ngelihat ini—terjadi pergeseran norma yang cepetnya melebihi pindang basi.
Apalagi soal tekanan sosial: bukan cuma untuk tampil cantik, tapi juga harus terlihat bahagia, sukses, dan berkecukupan. Petruk nyeletuk, “Kok bisa ya, feed Instagram lebih rapi dari hidup aslinya?”
—
“Pergaulan Modern” ala Online
Ngomong-ngomong soal solidaritas sosial ala Durkheim, dulu bentuknya gotong royong. Sekarang? Gotong hashtag. Warganet bersatu karena isu viral, tapi juga bisa pecah gara-gara beda pendapat di kolom komentar.
“Solidaritas organik” berubah jadi “solidaritas algoritmik”—kalau kamu satu server pendapat, kamu dianggap saudara. Kalau beda, siap-siap dikick dari grup WA keluarga.
—
Ayo Jadi Netizen Sosiologis
Gareng dan Petruk tidak anti-kemajuan. Tapi mereka ngajak kita untuk mikir: jangan asal klik, like, dan share. Ayo jadi netizen yang peka, bukan cuma ke sinyal, tapi ke kondisi sosial.
Karena menurut Gareng: “Masyarakat tanpa kesadaran sosial itu kayak HP tanpa pulsa—gaya doang, tapi nggak bisa komunikasi.”
—
Penutup:
Medsos bukan musuh. Tapi kalau kita tak paham bagaimana ia memengaruhi cara kita hidup, berpikir, dan berinteraksi, bisa-bisa kita hidup dalam dunia yang palsu tapi merasa asli. Yuk, belajar sosiologi dari hal kecil: dari cara kita komen, share, dan bikin story.
Petruk: “Gareng, jadi sosiolog itu keren ya?”
Gareng: “Iyalah, Truk. Minimal bisa paham, kenapa kamu tiap hari update status galau, padahal jomblo sejak masa Majapahit…”