Jakarta, 29 Juli 2025 — Wahai rakyat kampus dan kuli ilmu pengetahuan, ada kabar dari kampus yang biasanya tenang-tenang aja, tapi Sabtu kemarin mendadak geger, bukan karena demo, bukan pula karena dosen strike, tapi geger karena “Ngobrol Sinergi” yang digelar oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular. Acara ini sukses bikin semua elemen kampus dari mahasiswa, alumni, sampe Serikat Pekerja Dosen dan Karyawan (SPD-K) duduk bareng, ngobrol bareng, dan insyaAllah… mikir bareng.
Dan seperti biasa, kampus bukan tempat biasa. Kalau biasanya webinar bikin ngantuk, yang ini malah bikin semangat kayak habis minum kopi pahit dicampur semangat juang.
Siapa Dalangnya?
Di balik suksesnya acara ini, ada nama Serepina Tiur Maida, dosen senior yang juga Sekretaris Umum SPD-K. Ibu yang satu ini kalau ngomong bukan cuma pakai mic, tapi juga pakai hati. Bersama mahasiswa kece bin kreatif di bawah komando Iqbal dkk., mereka menyulap ruang Zoom jadi ruang diskusi, debat, dan curhatan berjamaah.
Pembawa acaranya, Alfito, ngelawak tipis-tipis tapi nyambung. Moderatornya, Rafly dan Khotimah, tenang tapi tajam. Tim kreatif? Jangan ditanya, kerja kayak agency tapi gaji mahasiswa—full semangat minus cuan.
Bukan Cuma Webinar, Tapi…
Ngobrol Sinergi ini bukan sekadar webinarnya anak kampus yang dibumbui kata-kata bijak lalu ditinggal tidur. Tapi ini adalah ruang aktualisasi, tempat mahasiswa bisa ngomong, dosen bisa dengerin, dan alumni bisa nostalgia. Semua elemen dilibatkan: dari purnawirawan TNI Laksamana Muda Soleman B Ponto, dosen hukum yang kritis, dosen ekonomi yang partisipatif, mahasiswa yang kreatif, hingga alumni yang reflektif.
Soleman B Ponto bilang,
“Tinggalkan kerja sektoral, mari bersinergi. Kompak adalah kunci. Sinergi adalah kekuatan!”
Wah, kalau bukan mantan Laksamana, udah dikira motivator kampus dadakan.

Kampus Keren: Cita-Cita atau Clickbait?
Charles Pardede, Ketua SPD-K, mengingatkan,
“UMT keren itu bukan hasil sulapan, tapi hasil kerja barengan.”
Serepina juga nyentil,
“Kolaborasi itu bukan etalase! Ayo gali emas dari mahasiswa sebelum keburu drop out!”
Dosen yang satu ini kayaknya paham banget kalau banyak mahasiswa kita lebih bersinar di kantin daripada di ruang kuliah. Tapi siapa sangka, ternyata di balik yang nongkrong itu ada potensi wirausaha, ada ide gila, ada startup kampus yang belum lahir.
Mahasiswa Ikut Ngegas
Arfian, mahasiswa hukum sekaligus CEO muda (seriusan!), ngomong serius,
“Kami butuh dukungan nyata. BUMM (Badan Usaha Milik Mahasiswa) itu bukan mimpi, tapi solusi nyata bagi yang tiap tanggal tua cuma bisa nulis status ‘utang lagi’!”
Heni dan Sondang, alumni yang sekarang jadi punggawa kampus dan swasta, minta kampus buka fasilitas, jangan cuma buka SP (Surat Peringatan). Mereka ingin kolaborasi jadi nyata, bukan cuma jargon brosur penerimaan mahasiswa baru.
Kampus Inklusif Bukan Kampus Ilusi
Emanuel, dosen ekonomi yang berpikir inklusif, berharap kampus jadi rumah bagi semua: mahasiswa, karyawan, alumni, dosen. Sedangkan Amin, ahli pelatihan SPD-K, ngajak semua pihak untuk kolaborasi total—internal dan eksternal.
Dan Setia Jaya menutup dengan kalimat yang bisa masuk billboard:
“UMT adalah kampus harapan, bukan sekadar tempat menunggu wisuda!”

Catatan Gareng Petruk:
Lha dalah, acara ini bukan sekadar diskusi, tapi tanda-tanda zaman bahwa kampus bukan lagi tempat doktrin satu arah. Ini tanda bahwa mahasiswa udah naik level, dosen udah buka telinga, dan SPD-K bukan sekadar serikat yang ngurusin honor.
Kalau sinergi ini dijaga, bukan tidak mungkin UMT jadi kampus keren yang bukan cuma dijual pakai baliho, tapi dirasakan langsung sama isinya. Jadi… Sinergi atau sekadar selfie bareng? Kolaborasi atau cuma kolak bareng di bulan puasa?
Kita tunggu episode selanjutnya. — Ditulis sambil ngopi item, nyimak diskusi, dan merenung: kapan ya mahasiswa demo karena harga nasi padang naik?