Di tengah zaman serba digital, saat semua orang sibuk sentuh layar HP daripada sentuh hati tetangga, Kementerian ATR/BPN justru menyuruh kita sentuh yang lebih penting: Tanahku. Tenang, ini bukan metafora kehidupan. Ini nama aplikasi resmi pemerintah, bukan judul lagu campursari.
📱 Dari SHGB ke SHM: Dari ‘Numpang’ Jadi ‘Punya Sendiri’
Kabar gembira untuk kita semua: yang rumahnya masih status SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan) sekarang bisa naik kelas ke SHM (Sertipikat Hak Milik). Kalau dulu SHGB itu ibarat “kontrak tahunan sama negara”, SHM ini ibarat “rumah sendiri, bebas naruh galon di mana aja”.
Nah, ini bukan sulap bukan sihir, tapi aturan resmi dalam PP No. 18 Tahun 2021. Jadi bukan karena kenalan pejabat atau pinter nge-lobi, tapi cukup dengan sentuhan jari di aplikasi “Sentuh Tanahku”.
🧾 Syaratnya? Gampang, asal bukan syarat jadi pacar anak DPR
Cukup siapkan dokumen seperti:
Fotokopi KTP (bukan KTP mantan)
Sertipikat asli tanah (bukan akta kelahiran)
Bukti bayar PBB
IMB atau surat dari pak lurah (asal bukan surat keterangan jomblo)
Pernyataan bahwa tanah tidak dalam sengketa (jadi jangan kirim kalau tanahnya rebutan warisan yang masih panas)
Setelah itu, tinggal buka aplikasi Sentuh Tanahku → klik “Informasi Layanan” → lanjut ke “Perubahan Hak” → dan pilih “SHGB ke SHM untuk rumah tinggal”. Jangan sampai malah klik “Uninstall”, nanti tanahmu hilang di dunia maya.
🎩 Sindiran Lembut: Dari Sentuh Tanahku ke Sentuh Logikamu
Ini langkah maju. Tapi ya… mari kita jujur:
Aplikasinya udah canggih, tapi masih banyak warga yang nggak punya HP android
Informasinya ada di aplikasi, tapi di kantor kelurahan petugasnya masih bingung nge-print
Persyaratannya makin jelas, tapi jalan menuju kantor BPN masih kayak offroad rally Dakar
Petruk heran, kenapa kalau urusan cinta bisa gampang “status berubah dalam semalam”, tapi urusan tanah bisa bertahun-tahun cuma buat ganti SHGB jadi SHM. Mungkin karena yang satu modal rayuan, yang satu modal fotokopi legalisir 7 rangkap.
🏘️ Harapan Gareng: Jangan Cuma Sentuh, Tapi Lindungi
Kepemilikan tanah bukan cuma soal sertipikat. Tapi juga soal keadilan. Jangan sampai rakyat kecil yang rumahnya nempel sawah malah kalah cepat sama orang tajir yang rumahnya nempel mall.
Rakyat butuh kepastian hukum, bukan kepastian jawaban template dari BPN: “Silakan tunggu 14 hari kerja.”
Dan lebih penting lagi: jangan sampai tanah rakyat justru disentuh duluan oleh investor sebelum disentuh pemilik sahnya.
—
Penutup oleh Gareng:
“Tanahku bukan cuma untuk dipijak, tapi untuk diwariskan. Maka pastikan legalitasnya sebelum diwariskan jadi bahan rebutan warisan.”
Penutup oleh Petruk:
“Yang paling menyakitkan di dunia ini bukan ditinggal pas sayang-sayangnya, tapi punya rumah sendiri tapi sertipikatnya atas nama orang lain.”
—
Editor: Gareng, yang sudah sentuh tanah tapi belum sentuh hatimu.
Penulis: Lucky Indrawan, pejuang sertipikat tanpa calo.