Jakarta, 21 November 2024 – Di jalanan Jakarta Barat hari ini, drama antara motor, mobil, dan polisi kembali diputar. Kali ini bukan soal tilang biasa, tapi soal “PR wajib nasional” yang sering dijadikan wacana oleh para pengendara: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Ya, si lembar tagihan tahunan itu yang seringkali kalah pamor dari isi dompet untuk nongkrong di kafe kekinian.
Bapenda DKI Jakarta turun langsung ke lapangan bersama polisi, Jasa Raharja, dan jajaran petinggi dari segala penjuru Jakarta. Mereka menggelar acara yang mereka klaim sosialisasi PKB, tapi lebih terasa seperti “ceramah masal di jalan”. Berlokasi di salah satu sudut sibuk Jakarta Barat, Wakil Kepala Bapenda DKI Jakarta, Elvarinsa, tampil sebagai pembicara utama. Dengan senyum ramah dan segenggam data, ia mengingatkan para pengendara bahwa bayar pajak itu bukan hanya soal aturan, tapi juga tanggung jawab.
“Sistem kita sudah canggih, lho,” katanya. “Pembayaran pajak sekarang bisa dilakukan lewat berbagai aplikasi. Jadi, nggak ada alasan lupa atau ribet.” Namun, di antara senyum pengendara yang mendengarkan, pasti ada yang berpikir, “Aplikasi bisa, tapi saldo? Aduh, itu yang susah.”
Tidak hanya itu, Jasa Raharja ikut ambil bagian, memberikan penjelasan tentang asuransi kendaraan. Kepala PT. Jasa Raharja Jakarta Barat, Syafaat Rahman, mengingatkan bahwa asuransi itu seperti sabuk pengaman: sering diabaikan, tapi penting kalau sudah kejadian. “Melindungi diri di jalan itu investasi masa depan,” ujarnya penuh semangat, meski mungkin ada yang lebih tertarik melihat layar ponsel mereka daripada mendengar pidatonya.
Satu hal menarik dari kegiatan ini adalah kombinasi edukasi dan persuasi. Polisi yang biasanya dikenal tegas, hari ini terlihat lebih ramah, bahkan ada yang berbagi senyum dengan pengendara. Tapi jangan salah, senyum itu tak mengurangi ketegasan mereka saat menemukan pelat nomor yang sudah “kadaluarsa”.
Ironi muncul saat salah satu pengendara motor berujar sambil berbisik kepada rekannya, “Kalau jalan berlubang masih ada, apa kita bisa bayar pajak setengah harga?” Sebuah sindiran halus tapi tepat sasaran untuk pemerintah.
Acara ini memang bertujuan baik, mengingatkan masyarakat bahwa membayar pajak adalah kontribusi nyata untuk pembangunan. Namun, masyarakat juga berharap, kalau pajak kendaraan mereka dibayar tepat waktu, pembangunan jalan dan fasilitas umum juga ikut “on-time”.
Jadi, apakah sosialisasi ini berhasil? Mungkin jawabannya ada di layar ponsel para pengendara: apakah mereka benar-benar mengunduh aplikasi bayar pajak atau justru sibuk membuka promo cashback makan siang. Seperti biasa, masyarakat Indonesia memang penuh cerita dan kreatifitas dalam menyikapi segala sesuatu, termasuk soal PKB.
Satu hal yang pasti, Gareng dan Petruk sepakat: kalau pajak kendaraan itu urusan kita semua, tapi kenyamanan berkendara juga tanggung jawab bersama. Jadi, siapa pun yang masih suka lupa bayar pajak, ayo introspeksi diri sebelum dompet kering kena denda polisi!