Oleh: Radhar Tribaskoro Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia
Jakarta – Dunia makin mirip sinetron jam 7 malam: penuh drama, konflik nggak kelar-kelar, dan tokoh utamanya susah move on dari masa lalu. Kali ini, Indonesia nggak cuma jadi penonton, tapi ikut main peran—dengan naskah ekonomi yang katanya sih strategis banget, meski kadang lebih mirip strategi tebak-tebakan kocak.
Pak Radhar Tribaskoro, yang bukan saudara jauh Raden Kian Santang, sudah angkat suara dari balik Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Beliau bilang, “Kita harus kuat di tengah badai!” Tapi Gareng nyeletuk: “Lha wong angin ribut saja genteng tetangga udah melayang, apalagi badai global, Jek!”
Energi: Bukan Cuma Listrik Buat Nonton Sinetron
Pertama-tama, kita harus kuat di bidang energi. “Listrik jangan mati dong, lagi seru-serunya drama Korea!” kata ibu-ibu se-RT. Tapi ini bukan soal nonton doang, ini soal kelangsungan hidup bangsa! Masalahnya, kita masih kebanyakan ngandelin BBM impor, kayak pacar posesif yang nggak bisa lepas dari mantan.
Petruk kasih solusi: “Ayo, kita kembangkan bioenergi, panas bumi, tenaga surya! Kalau perlu, pasang panel surya di topi bapak-bapak ronda.” Tapi ya itu tadi, selama tender-nya masih main petak umpet, jangan harap Indonesia bisa mandiri energi.
Diversifikasi: Jangan Taruh Semua Telur di Keranjang… Apalagi Keranjang Pinjam
Strategi kedua: jangan terlalu ngandelin satu pasar ekspor. “Kita nggak bisa terus-terusan berharap pada Tiongkok dan Amerika, nanti kalau mereka ngambek kita ikut pingsan,” kata Radhar. Betul! Makanya Gareng usul, coba ekspor ke planet lain juga, kalau perlu.
Tapi serius nih, kita harus mulai melek. Kalau cuma jualan batubara dan minyak sawit, negara lain tinggal goyang dikit, ekonomi kita langsung oleng. Sudah saatnya ekspor jasa digital, peralatan medis, bahkan konten kreatif (asal bukan hoaks dan prank alay). Tapi tolong, sebelum ekspor otak, didik dulu otak dalam negeri.
Reindustrialisasi: Dari Negara Tukang Gali ke Negara Tukang Olah
Nah ini dia: puncak strategi jitu-jituan! Katanya, kita nggak boleh terus-terusan jadi negara penggali—gali tambang, gali utang, gali lubang tutup lubang. Indonesia harus punya pabrik! Bukan pabrik gossip, tapi pabrik beneran.
Petruk nyeletuk, “Nikel kita buanyak, tapi kenapa HP kita masih buatan luar negeri?” Jawabannya klasik: karena industri kita masih masuk angin, butuh kerokan kebijakan.
Kalau benar mau reindustrialisasi, hilirisasi itu harus beneran jalan, bukan sekadar seremoni potong pita. Bangun industri yang kuat, bikin pabrik dari Sabang sampai Merauke, jangan sampai cuma papan nama doang yang megah.
Ekonomi Tangguh, Bukan Tangguh di PowerPoint Saja
Kata Pak Radhar, ekonomi kuat itu fondasi negara berdaulat. Tapi Gareng menambahkan: “Asal bukan kuat dalam presentasi aja ya, Pak. Rakyat butuh bukti, bukan janji yang berulang kayak siaran ulang.”
Badai global itu nyata. Tapi kesempatan juga nyata. Tinggal kita mau jadi nahkoda kapal besar atau jadi awak yang cuma sibuk foto-foto di geladak.
Kesimpulan:
Indonesia butuh strategi ekonomi kayak nasi goreng kampung—sederhana, tapi bikin kenyang dan kuat. Jangan cuma fokus pada angka-angka makroekonomi, tapi lupakan dapur rakyat kecil yang gosong. Gareng dan Petruk cuma bisa berharap: semoga yang duduk di atas sana bisa dengar suara dari bawah sini, bukan cuma suara dari kolom komentar medsos.
Salam dari Republik Waras-Waras Tipis,
Gareng & Petruk, Duo Pengamat yang Tak Diundang Tapi Selalu Tahu!
















