Ramadan tiba! Bulan penuh berkah, penuh ampunan, dan penuh cobaan bagi mereka yang imannya setipis kerupuk. Dari pagi sampai sore, menahan lapar dan haus adalah satu hal, tapi menahan emosi karena godaan takjil di pinggir jalan? Itu perjuangan sesungguhnya!
Suatu sore yang syahdu, Gareng dan Petruk duduk di warung menunggu waktu berbuka. Di sebelah mereka, seorang bocah kecil dengan wajah polos menatap es buah dengan tatapan penuh harapan.
“Kang Gareng, Kang Petruk, aku sudah hafal doa buka puasa, loh!” kata si bocah dengan bangga.
Petruk, yang sudah setengah lemas karena lapar, langsung semangat. “Wah, hebat! Coba baca dulu, siapa tahu kita dapat pahala lebih sebelum buka.”
Bocah itu menarik napas, menangkupkan tangan, lalu dengan suara lantang membaca:
‘Ya Allah, berkahilah makanan ini, lancarkan rezeki kami, jauhkan kami dari dosa, dan… semoga ayam goreng di piring Kang Gareng jatuh ke piringku. Aamiin!’
Gareng tersedak. “Lho, lho! Itu doa buka puasa versi mana, Nak?!”
Bocah itu tersenyum polos. “Versi doa yang realistis, Kang! Kata ibu, kalau berdoa harus spesifik dan langsung ke intinya.”
Petruk tertawa terbahak-bahak. “Wah, kalau begitu, saya mau tambahin doa: Ya Allah, berkahilah makanan ini, dan semoga es buah di depan saya tambah banyak isinya pas saya kedip!”
Tak lama kemudian, bedug maghrib pun berkumandang. Semua orang buru-buru menyeruput minuman mereka dengan penuh kemenangan. Gareng dan Petruk saling pandang, lalu menepuk bahu si bocah kecil itu.
“Nak, lain kali kalau doa, jangan sampai merugikan pihak lain. Apalagi ayam goreng saya!” kata Gareng sambil pura-pura serius.
Bocah itu tertawa. “Tenang, Kang! Saya doakan juga supaya Kang Gareng dikasih ayam goreng yang lebih besar. Jadi saya bisa doakan lagi biar ayamnya jatuh ke saya!”
Ah, Ramadan memang penuh berkah dan kejutan. Semoga doa kita semua dikabulkan—yang penting doanya jangan pakai strategi ambil punya orang lain! Selamat berbuka puasa, semoga perut kenyang dan hati tetap senang!