Bukannya jadi pemuda pancasilais, ini malah jadi pemuda “panas kepala” di jalan raya. Untunglah, di Lamongan ada pendekatan damai ala bapak Kapolres yang adem seperti es degan di siang bolong.
Puluhan pemuda yang semangatnya melebihi suara knalpot brong diamankan oleh Polres Lamongan saat hendak melakukan konvoi liar yang katanya mau “menyampaikan aspirasi” (entah aspirasi apa, yang jelas bukan aspirasi tukang tambal ban). Mereka dikumpulkan di Gedung SKJ Polres Lamongan, dan langsung mendapat nasihat khas ayah-ayah sayang anak dari Kapolres Lamongan, AKBP Agus Dwi Suryanto, S.I.K., M.H.
Sekelompok pemuda yang konon katanya “solidaritas” justru bikin solid warga lain naik darah, karena konvoi liar yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keselamatan umum. Daripada berakhir di rumah sakit atau headline berita kriminal, Polres Lamongan mengamankan mereka dan memberi pembinaan model ngopi bareng, tapi serius.

Yang terlibat tentu para pemuda penuh semangat tapi kurang arah, lengkap dengan modifikasi motor yang lebih cocok buat sirkus ketimbang jalan umum. Mereka diamankan oleh tim dari Polres Lamongan, dengan arahan langsung dari Kapolres AKBP Agus Dwi Suryanto, serta dihadiri oleh Wakapolres dan Pejabat Utama Polres Lamongan.
Insiden dimulai di jalan raya (tentu saja), tapi titik baliknya justru terjadi di Gedung SKJ Polres Lamongan, tempat para pemuda ini mendapat ceramah cinta versi hukum: “Tobatlah, Le, masa depanmu masih bisa direvisi!”
Aksi konvoi diamankan dan pembinaan dilakukan pada Minggu sore, 1 Juni 2025, saat sebagian warga lain sedang rebahan atau cari takjil meski bukan Ramadan.

Menurut AKBP Agus, tindakan ini diambil karena aksi konvoi tidak hanya mengganggu kenyamanan warga, tapi juga membahayakan nyawa para pemuda itu sendiri. Kalau dibiarkan, bisa-bisa bukan cuma masa depan mereka yang rusak, tapi juga spion warga yang melayang entah ke mana.
“Kami tidak ingin ada korban. Kalau masih mengulangi, maaf, kami tidak segan proses hukum. Tapi kali ini kami lakukan pendekatan hati ke hati dulu,” ujar Kapolres, sembari mungkin dalam hati berpikir: “Mau jadi apa ini generasi micin turbo?”
Solusinya? Pembinaan. Tapi bukan model marah-marah ala film preman insaf, melainkan pembinaan yang mengajak berpikir, merenung, dan insya Allah pulang jadi anak manis.
Sidik jari dan foto sudah diambil, sebagai pengingat kalau mereka sudah pernah “di-zoom in” oleh aparat. Kapolres menitipkan para pemuda ini kembali ke orang tua masing-masing dengan harapan: dididik, dibina, jangan cuma diserahkan ke YouTube dan TikTok.
“Kalian sudah menyusahkan orang tua, Le. Jangan diulang. Kalau mau terkenal, ya lewat prestasi, bukan aksi ugal-ugalan,” tutup AKBP Agus penuh harapan dan makna.
—
GarengPetruk Menyela Sedikit
Kalau konvoi jadi sarana aktualisasi diri, kita harus bertanya: Apa kabar sekolah? Apa kabar cita-cita?
Jangan sampai generasi muda kita hanya punya dua pilihan aktualisasi: jadi buzzer atau tukang konvoi.
Dan untuk para orang tua…
Ngasih motor boleh, ngasih perhatian jangan dilupakan.
Karena kalau perhatian cuma dikasih waktu anak viral atau ditangkap, ya jangan kaget kalau anaknya tumbuh bukan jadi pemimpin, tapi jadi headline harian kriminal edisi senin pagi.
—
Salam Gareng Petruk:
Kritik boleh, ngibrit jangan. Lawan kebodohan dengan helm, etika, dan rasa malu.
















