Jember – Minggu pagi, 18 Mei 2025, di Hotel Royal Jember, suasananya mendadak jadi seperti rapat agung kerajaan, bukan karena ada raja, tapi karena datang wakil rakyat yang katanya deket sama rakyat tapi sukanya nongol di hotel. Ealah, ini bukan lagi demo, tapi sosialisasi hukum dan pemerintahan bareng anggota DPRD Jawa Timur, H. Deni Prasetyo dari Fraksi Partai NasDem. Topiknya? Serius: pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Tapi tenang, kita bahasnya sambil ngopi, bukan ngamuk.
“Pokoknya koperasi ini jangan asal jadi, ya! Pengurusnya kudu pinter, bukan cuma pinter selfie pas pelantikan,” ujar Pak Deni dalam sambutannya yang setajam kerupuk ngambang di wedang jahe.
Acara ini juga menghadirkan pakar hukum Didik Muzani, S.H., M.H., dan tokoh spiritual Hj. Winti Isnaini, S.Ag., M.Pd., dari Jam’iyah Shalawat Nariyah. Kombinasi unik: satu bicara hukum, satu bicara hati. Kurang satu: tukang kredit kompor buat bahas realita!
Koperasi Desa Merah Putih katanya bakal jadi garda depan swasembada pangan. Tapi inget, kata Pak Deni, jangan sampai “koperasi” cuma jadi singkatan dari Koar-Pakai-Rapat-Tapi-Sepi-Inisiatif. Soalnya, banyak koperasi yang lahir gegara proyek, tapi tumbuhnya kayak rumput beton—susah!
> “Kalo cuma asal bentuk, nanti koperasi tinggal namanya aja. Isinya bisa kayak kardus bekas mie instan, kosong dan berdebu!” kata Pak Deni, yang kali ini nggak sedang ngebacain sumpah jabatan.
Program ini adalah titipan dari pemerintah pusat. Mirip titipan mertua pas mudik: wajib dibawa, nggak boleh dibantah. Tapi, menurut Deni, koperasi ini harus mengakar di desa, dikelola serius, bukan jadi ajang rebutan stempel dan dana kas.
Lebih jauh, ia menyoroti potensi gesekan. “Lha wong di desa udah ada koperasi yang jalan, eh datang lagi koperasi baru. Jangan-jangan, nanti yang lama dimatikan kayak lampu jalan pas jam 10 malam!” sindirnya halus tapi nendang.
Koperasi Merah Putih ini diharapkan jadi pusat kegiatan ekonomi desa. Mengelola pangan murah, sayur-mayur, sampai perikanan. “Lha terus, kalau desanya nggak punya laut? Ya bikin kolam, budidaya ikan air tawar toh!” tambah Pak Deni, yang tampaknya mulai hobi mikirin lele ketimbang legislasi.
Pak Deni juga dukung program makan bergizi gratis dari pemerintah pusat. Tapi bukan makan gratis buat rapat ya, yang penuh nasi kotak tapi kosong laporan. Ia mendorong agar desa jadi sentra pengolahan pangan bergizi—bukan cuma bergizi di proposal!

—
Petruk’s Catatan Kritis (tapi lucu)
Program ini bagus, asal jangan jadi proyek musiman. Jangan juga koperasi dijadikan lapak politisasi, asal ada baliho pengurus, langsung bangga. Eh, koperasi bukan buat narsis, lho!
Kalau benar-benar niat bangun desa, ya jangan cuma rapat di hotel bintang tiga. Sesekali rapat di balai desa, sambil nyruput teh poci, biar tahu rasanya duduk di kursi rotan yang bunyinya kriyet-kriyet. Baru itu namanya: wakil rakyat yang berasa rakyat.
—
Akhir kata
Monggo, Pak Deni, lanjutin niat baiknya. Tapi jangan lupa, koperasi itu bukan cuma soal simpan pinjam, tapi simpan semangat dan pinjam kepercayaan rakyat. Jangan sampai koperasi Merah Putih berubah jadi koperasi Merah Muka Putih Proposal.
Gareng dan Petruk nulis sambil ketawa, tapi isinya serius, lho!
















