Gareng dan Petruk, dua sahabat yang selalu kepo dan tak pernah ketinggalan berita, kali ini dapat rejeki nomplok. Saat melintas di depan sebuah SD, mereka melihat sekelompok murid sedang duduk melingkar bersama dua gurunya. Rasa penasaran mereka langsung memuncak.
“Cak, ayo kita ngintip… siapa tahu dapat ilmu gratis,” bisik Petruk.
“Wes jelas, Truk. Ilmu itu ibarat wedang jahe, bikin hangat hati kalau diminum,” jawab Gareng sambil pasang telinga lebar-lebar.
Ternyata diskusinya bukan sembarangan. Anak-anak SD itu sedang membicarakan topik yang “berat tapi keren” — Pancasila, sejarah kemerdekaan, dan tokoh pendiri bangsa. Semuanya dilakukan menjelang ulang tahun ke-80 Republik Indonesia.
Bu Susi dan Pak Eko, dua guru yang memandu diskusi, terlihat piawai menghidupkan suasana. Anak-anak seperti Ary, Budi, Cahyo, dan Dedi saling menyahut penuh semangat. Gareng dan Petruk sampai melongo melihat kecerdasan mereka.
“Cak, ini bocil-bocil pantes jadi generasi emas. Kita dulu SD ngapalin lagu dolanan wae,” kata Petruk.
Sejarah Singkat yang Dihidupkan Kembali
Di tengah obrolan, guru-guru mengingatkan bahwa:
-
1 Juni 1945 → Kelahiran Pancasila lewat pidato Bung Karno.
-
22 Juni 1945 → Perumusan Pancasila oleh Panitia Sembilan.
-
18 Agustus 1945 → Pengesahan Pancasila sebagai dasar negara.
Bung Karno menyebut Pancasila sebagai lima asas yang menjadi fondasi Indonesia merdeka. “Kekal dan abadi,” begitu kata beliau, bukan cuma di kertas, tapi dalam kehidupan bangsa.
Momen yang Bikin Pecah Perut
Diskusi berjalan serius… sampai Bu Susi memutuskan membuat ice breaking.
“Budi, coba kamu nyanyi lagu 17 Agustus Tahun 45,” pintanya.
Budi pun berdiri tegap. Musik pengiring mengalun, dan…
🎵 “Enam Belas Agustus Tahun Empat Lima…” 🎵
“Stop! Stop!” seru Bu Susi sambil tersenyum.
“Budi, yang benar itu Tujuh Belas Agustus, Nak.”
Tapi Budi tetap percaya diri. “Tunggu, Bu. Dengerin baik-baik…”
Lalu ia menyanyi lagi dengan penuh keyakinan:
🎵 “Enam Belas Agustus Tahun Empat Lima… BESOKNYA Hari Kemerdekaan kita!” 🎵
Ruangan pun pecah oleh gelak tawa. Gareng dan Petruk di luar ikut terpingkal-pingkal.
“Truk… ini anak pinter mikir out of the box, tapi lagunya out of the date,” kata Gareng sambil usap mata berair karena kebanyakan ketawa.
Pesan Moral di Balik Tawa
Gareng dan Petruk akhirnya sepakat dengan ucapan Ki Hajar Dewantara:
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
Atau kata Socrates:
“I can not teach anybody anything; I can only make them think.”
Karena pembelajaran sejati bukan soal hafalan materi, tapi bagaimana semua pihak merasa terlibat, tumbuh, dan tertawa bersama.
Salam Pancasila:
Marilah kita berseru, Indonesia Bersatu!
Marilah kita bertekad, Indonesia Kuat!
Marilah kita berdoa, Indonesia Bahagia!
Marilah kita berjanji, Indonesia Abadi!
Selamat Ulang Tahun ke-80, Indonesia! 🇮🇩
Dari sudut gang kecil di Jakarta,
Gareng & Petruk
(Disarikan oleh E. Handayani Tyas)















