Jakarta, 19 November 2024 – Perum BULOG dan Centro Logistica Nacional Instituto Public (NCL I.P.) dari Timor Leste baru saja menggelar pertemuan yang cukup membuat gelisah para ahli pangan. Agenda pertemuan ini, yang lebih terdengar seperti proyek besar penuh semangat, bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan antar negara. Tetapi, ada satu pertanyaan yang mengganggu: Akankah semua teori tentang “pengelolaan gudang, penyimpanan dalam SILO, dan pemberantasan hama” bisa berbuah manis di lapangan?
Dihadiri oleh Mayjen TNI (Purn) Marga Taufiq dari BULOG, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan tentu saja para delegasi dari Timor Leste, pertemuan ini seakan menjadi langkah awal yang penuh harapan untuk meningkatkan kapasitas pangan di negara yang masih bergulat dengan masalah ketahanan pangan. Tapi sebelum kita ikut bertepuk tangan, mari kita tengok beberapa hal yang patut dicermati.
Ketahanan Pangan: Janji Manis atau Realita?
Tentu saja kita semua sepakat bahwa ketahanan pangan adalah hal yang penting. Tidak ada yang ingin melihat negara kita atau negara sahabat seperti Timor Leste menderita krisis pangan. Namun, seiring dengan janji-janji manis yang disampaikan dalam pertemuan ini, ada satu hal yang perlu kita pertanyakan: Apakah Indonesia benar-benar siap berbagi ilmu, ataukah ini lebih pada upaya “menciptakan pasar baru” untuk produk dan layanan lokal?
Centro Logistica Nacional Intittuto Public, yang kini mengelola beras dan kacang-kacangan, jelas memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh. Sayangnya, kapasitas mereka masih terbatas dan tidak mudah untuk “meng-copy-paste” sistem pengelolaan logistik pangan yang sudah ada di BULOG. Untuk itu, kehadiran personil ahli dari BULOG sebagai konsultan bisa menjadi langkah strategis. Tapi, mari kita ingat, apakah pengelolaan yang sama bisa diterapkan di Timor Leste dengan tantangan geografis dan logistik yang sangat berbeda?
Apakah Pemberantasan Hama dan SILO Bisa Jadi Jawaban?
BULOG sudah lama dikenal dengan keahliannya dalam pengelolaan pergudangan pangan dan pemberantasan hama. Namun, dalam kenyataannya, apakah kita sudah cukup serius memperhatikan kualitas hasil dari semua upaya tersebut? Sebagai contoh, apakah kita sudah puas dengan kualitas pengelolaan SILO dan kebersihan gudang yang ada di dalam negeri sendiri?
Silo atau penyimpanan beras berkapasitas besar memang dapat menjadi solusi untuk menyimpan bahan pangan dalam jumlah besar, namun apakah SILO yang ada saat ini sudah memenuhi standar internasional untuk mencegah kerusakan pangan dan kualitas yang menurun?
Apa yang Harus Diperhatikan ke Depan?
Dua hal penting yang harus diperhatikan adalah transfer pengetahuan dan monitoring pasca-kerja sama. Kunjungan yang dilakukan oleh delegasi Timor Leste ke berbagai fasilitas BULOG adalah langkah yang baik. Namun, apakah pelatihan yang diberikan akan cukup menyelesaikan masalah mendalam yang dihadapi oleh Timor Leste? Dan apakah kita akan terus mengawasi kerjasama ini untuk memastikan hasil yang berkelanjutan?
Seperti biasa, bagi kita yang senantiasa kritis, kita perlu lebih dari sekadar seremonial dan janji-janji manis. Yang lebih penting adalah implementasi, dan tentu saja, hasil nyata di lapangan. Ketahanan pangan bukan hanya soal teori, tetapi bagaimana proses-proses tersebut dijalankan dengan kualitas yang bisa diandalkan.
Kesimpulan:
Kerja sama ini adalah langkah maju yang patut diapresiasi, namun tetap harus ada pengawasan yang ketat. Dalam dunia politik pangan internasional, segalanya bisa berubah dalam sekejap, dan siapa yang menangkap peluang bisa berbalik menjadi pihak yang justru merugi. Mari kita tunggu dan lihat, apakah sinergi antara BULOG dan NCL I.P. benar-benar menghasilkan ketahanan pangan yang lebih kokoh, ataukah hanya menjadi ladang eksperimen yang belum terbukti.
Ketahanan pangan memang penting, tapi menjaga kualitasnya jauh lebih penting.
















