Langit mendung, hati warga pun ikut mendung. Dua hari terakhir ini, hujan turun seolah langit sedang curhat panjang lebar. Wilayah Jabotabek kembali diguyur air dari atas langit, dan bukan kaleng-kaleng — ini hujan edisi serius.
Akibatnya? Warga Bekasi, khususnya yang tinggal di Pondok Gede Permai dan Vila Nusa Indah 1 & 2, mulai gemetar bukan karena dingin, tapi karena trauma banjir! Trauma yang dulu datang bareng sahur pertama di awal Ramadan, kini datang lagi tanpa diundang, tanpa aba-aba, dan tentu saja… tanpa permisi!
TMA: Tinggi Muka Air atau Tingkat Maksimum Ajrut-Ajrutan?
Menurut laporan dari tim P2C (Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas), kondisi sungai memang bikin bulu kuduk berdiri. Pada pukul 00.30, tinggi muka air (TMA) di hulu Cileungsi sudah 140 cm, padahal normalnya 100 cm. Di Cikeas? 200 cm, pas banget di batas normal. Tapi di pertemuan Cileungsi-Cikeas? Weleh… 620 cm! Padahal batas normalnya cuma 350 cm.
Pukul 01.30 dini hari, kondisi tambah ngeri-ngeri sedap:
Hulu Cileungsi naik ke 200 cm
Hulu Cikeas turun dikit ke 170 cm
Pertemuan Cikeas-Cileungsi masih 600 cm
Itu bukan air biasa, Masbro… itu air yang udah siap “open BO”: Banjir Online!
Warga Bekasi: Tidur Tak Nyenyak, Barang-barang Diungsikan
Melihat angka-angka ajaib dari TMA tadi, warga pun mulai ambil langkah taktis:
Kardus dikemas, motor diungsikan, ranjang di-packing kayak mau pindahan dadakan.
“Saya udah biasa banjir, Mas. Tapi tiap kali air naik, jantung ini tetep deg-degan. Rumah saya bukan perahu, tapi sering diajak ngambang,” ujar Pak Udin, warga Vila Nusa Indah 2, sambil masang terpal buat jaga-jaga.
Untungnya, sekitar pukul 02.30, debit air mulai turun pelan-pelan. Warga pun bisa tarik napas dulu, tapi tetap dengan satu mata melek: siapa tahu airnya balik lagi, kayak mantan yang belum rela.
Normalisasi Sungai: Harapan Warga, PR Pejabat
Sampai hari ini, proyek normalisasi sungai oleh Pemda Bekasi masih jalan. Tapi warga sudah mulai gatal pengin tanya:
“Pak, normalisasinya bisa ngebut gak? Soalnya air hujan gak pernah ikut rapat dulu sebelum datang.”
Harapan warga simpel kok: rumah bukan kolam renang, halaman bukan danau, dan malam hari bukan sesi latihan evakuasi barang. Mereka hanya ingin hidup tenang, tanpa was-was setiap awan menggelap.

Sindiran Lembut tapi Maut ala Gareng & Petruk:
Lha piye toh…
Hujan itu berkah, tapi kalau tiap datang bikin warga pindahan,
itu bukan berkah, tapi berkeluh kesah nasional!
Pemda jangan cuma bangga lempar jargon “Bersama Kita Atasi Banjir”,
tapi waktu air datang, malah bersama-sama saling tunjuk tangan.
Jangan biarkan warga jadi pakar evakuasi dadakan, yang hafal jalur evakuasi lebih daripada jalur KRL.
#TagarBanjirBikinBaper
#AirNaikHatiTurun
#SungaiButuhSolusiBukanSelfie
#NormalisasiBukanNarasi
#GarengPetrukNgakakTapiWaspada
Gareng dan Petruk percaya: Air hujan bisa ditampung, tapi trauma banjir harus dicegah. Karena warga bukan amfibi. Mereka butuh rumah, bukan akuarium.
















