JAKARTA – Kalau ada kompetisi ranking yang bikin pusing, biasanya itu soal utang negara atau harga cabe. Tapi kali ini, ranking datang dari “Syahganda’s List”, daftar para tapol-napol (tahanan & narapidana politik) era Jokowi, dan yang duduk manis di urutan pertama adalah Rachmawati Soekarnoputri—putri Bung Karno sekaligus pendiri Universitas Bung Karno (UBK).
Total ada 178 nama di daftar itu. Bukan daftar hadir rapat RT, tapi daftar orang-orang yang kena kasus politik dalam 10 tahun terakhir, dibagi jadi enam klaster: mulai dari dugaan makar 212–313, pembungkaman aktivis, penolakan hasil Pemilu 2019, kriminalisasi acara Maulid Habib Rizieq, pembelaan KM 50 & kritik IKN, sampai penolakan komunisme yang sering-sering dicap radikal.
“Persaudaraan Tapol-Napol 2014–2024” jadi dalangnya. Isinya orang-orang yang memang sudah pernah merasakan dinginnya lantai sel, termasuk Syahganda Nainggolan, Eko Suryo, Hatta Taliwang, Jumhur Hidayat, Munarman, sampai Jalih Pitoeng.
Rencana ini muncul usai Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad minta data untuk diusulkan ke Presiden Prabowo Subianto, biar bisa diberi amnesti, abolisi, atau rehabilitasi. Nah, wacana ini makin hangat setelah Prabowo ngasih amnesti ke Tom Lembong (kasus gula) dan abolisi ke Hasto Kristiyanto (kasus suap Harun Masiku yang kayaknya udah jadi “orang hilang nasional”).
Mendengar nama Rachma masuk daftar nomor satu, Teguh Santosa—mantan wakil rektor UBK sekaligus jubir Rachma—langsung ngucap syukur:
“Alhamdulillah. Tuduhan makar itu tidak pernah terbukti. Nggak pernah sidang, nggak pernah penuntutan, cuma berhenti di penyidikan. Tapi status tersangka nempel sampai beliau wafat.”
Flashback: Rachma ditangkap Jumat pagi, 2 Desember 2016, di rumahnya di Jatipadang, Jakarta Selatan. Naik kursi roda, bersama suaminya Benny Soemarno, dibawa ke Mako Brimob. Malamnya dilepaskan, tapi pemeriksaan lanjut di rumah karena beliau sulit jalan.
Teguh berharap Dasco bisa ngobrol langsung ke Prabowo, mengingat jasa Rachma di dunia pendidikan, politik, dan demokrasi. Selain memimpin Partai Pelopor, sejak 2014 Rachma juga masuk Partai Gerindra dan sempat jadi Wakil Ketua Umum.
Gareng Petruk berkomentar:
Kalau tuduhan makar cuma berakhir di penyidikan dan nggak pernah sidang, itu sama kayak orang dituduh nyolong ayam tapi ayamnya nggak pernah hilang. Jadi, daripada ngasih cap seumur hidup, mending dikasih cap “Bebas dari Beban Masa Lalu”.
















