Oleh : Supriadi Tim Redaksi Harian Nasional Gareng Petruk
Dalam dunia pekerjaan, ijazah itu ibarat “password Wi-Fi.” Tanpa itu, mau masuk apa saja susah, apalagi kalau ijazahnya ditahan. Seperti yang dialami Jenri P, seorang mantan karyawan PT. FinAccel Finance Indonesia (Kredivo), yang kini berjuang mendapatkan kembali ijazahnya setelah perusahaan itu memutuskan hubungan kerja (PHK) tanpa melunasi hak-haknya. Kejadian ini jadi topik panas, bukan hanya di meja pengacara tapi juga di media sosial.
Penahanan Ijazah: Sah Tapi Salah?
Dalam dunia hukum, penahanan ijazah sebenarnya masuk wilayah abu-abu. Di satu sisi, Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan membolehkan adanya kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja untuk menggunakan ijazah sebagai jaminan, selama keduanya setuju. Tapi, bukannya tanpa risiko. Ketika kerja sama selesai, penahanan ijazah justru bisa dianggap melanggar hukum, terutama jika karyawan sudah memenuhi kewajibannya.
Yang menarik, Kementerian Ketenagakerjaan sudah menegaskan bahwa praktik ini tidak diperbolehkan, meskipun belum sepenuhnya melarang. Ini yang bikin perusahaan seperti Kredivo punya celah hukum untuk “asal tahan.” Tapi hati-hati, menurut Pasal 374 KUHP, kalau ijazah ditahan tanpa alasan jelas setelah kontrak selesai, itu bisa dikategorikan penggelapan dengan ancaman pidana lima tahun penjara.
HRD atau HRDuta Neraka?
Seperti dalam cerita Jenri, tanggapan HRD Kredivo justru memperkeruh suasana. Ketika Jenri meminta hak-haknya, termasuk ijazah dan gaji sisa kontrak, ia malah disuruh somasi ke Disnaker dan mencari pengacara.
“Silakan bawa lawyer,” ucap HRD-nya, seperti dikutip dari wawancara. Ini jelas bukan jawaban dari seseorang yang tugasnya mengelola human resources. Sebaliknya, ini lebih seperti damage control ala mafia hukum.
Anomali Perusahaan Kebal Hukum
Kredivo mungkin merasa aman karena mereka besar, punya pengacara mahal, dan aset yang sulit disentuh. Tapi ini Indonesia, Bung! Kecil-kecil cabe rawit. Jenri P sekarang sudah mulai menggali jalur hukum, mulai dari laporan ke Disnaker hingga rencana somasi pidana ke polisi. Bahkan, bisa saja ini jadi contoh bagaimana perusahaan yang merasa kebal hukum akhirnya jatuh oleh satu kasus “sepele.”
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk karyawan lain yang mungkin mengalami hal serupa, berikut langkah-langkahnya:
- Kirimkan Surat Somasi ke perusahaan.
- Laporkan ke Disnaker melalui hotline atau email:
- 021-5255733 / 021-5255661 / 021-50816000
- pengaduan.itjen@kemnaker.go.id
- Gunakan layanan online LAPOR! di situs resmi pemerintah untuk aduan.
- Jika tidak ada tanggapan, ambil jalur hukum dengan melibatkan pengacara.
Kredivo: Gali Lubang, Tutup Perkara
Bagi Kredivo, kasus ini mestinya jadi pelajaran. “Pelanggan adalah raja” tidak cuma berlaku buat bisnis konsumen, tapi juga buat karyawan. Jika terus begini, siapa yang mau bekerja dengan perusahaan yang memperlakukan pegawainya seperti barang gadai?
Jadi, untuk perusahaan besar di luar sana, ingatlah: kekebalan hukum itu sementara, tapi reputasi buruk itu selamanya.
Editor: Gareng & Petruk
Catatan: Artikel ini dibuat untuk mengedukasi dan menyampaikan kritik sosial, bukan untuk menyerang pihak tertentu. Mari bekerja sama membangun Indonesia yang lebih adil!