KLATEN — Suasana Ruang Banggar DPRD Klaten, Kamis (16/10), mendadak terasa kayak warung kopi yang digratisin. Semua Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) datang dengan satu suara: “Tambah dong anggaran kelurahan!”
Katanya sih biar gak kalah sama desa tetangga yang udah hidup makmur, lengkap dengan gapura megah, sound system tiap RT, dan baliho kades sebesar lapangan voli.
“Kami Sama-sama Rakyat, Tapi Anggarannya Beda Nasib!”
Perwakilan LKK dari berbagai kelurahan di Klaten curhat pedih. Katanya, kerjaan mereka sama aja kayak perangkat desa — ngurus warga, ngadepin masalah, jadi tempat curhat orang sekampung — tapi bedanya, anggaran desa kayak sultan, kelurahan kayak anak kos akhir bulan.
“Kalau desa bisa bikin acara jalan sehat plus doorprize motor, kelurahan paling banter bisa beli mic sama banner,”
ujar salah satu Ketua RW sambil ngaduk kopi sachet, tiga kali rebus.
Forum di DPRD: Banyak Curhat, Sedikit Anggaran
Acara yang digelar di Ruang Banggar DPRD itu dihadiri para pejabat penting:
Bapak Joko Siswanto, Ketua Komisi I DPRD Klaten, dan Ibu Diah Eva Subadra, yang katanya siap menampung aspirasi lurah-lurah yang sudah lama kembung karena nahan uneg-uneg.
Ibu Diah bilang, “Masyarakat di desa dan kelurahan itu sama. Tapi kebijakan anggarannya kok beda?”
Kalimat itu langsung disambut tepuk tangan semangat — mungkin karena semua berharap habis ini cair, bukan cuma janji.

DPRD: “Tenang, Akan Kami Sampaikan ke Komisi Lain!”
Pak Joko juga menenangkan suasana. Katanya, semua masukan bakal disampaikan ke komisi lain.
Yang soal pembangunan ke Komisi III, yang soal kesejahteraan sosial ke Komisi IV.
Warga pun manggut-manggut, walau dalam hati sebagian mikir:
“Lha, kalau semua dilempar ke komisi lain, kapan jadi cairnya, Pak?”
Keadilan Anggaran: Masih Jadi Mimpi di Pagi Hari
LKK berharap, tahun depan kelurahan bisa ikut merasakan anggaran yang nggak malu-maluin. Soalnya, selama ini, desa udah bisa bangun gapura baru, kelurahan masih mikirin beli cat buat pagar kantor.
“Kami nggak minta jadi kaya, Pak. Cukup bisa beli kipas angin dan kursi rapat yang gak bunyi krek-krek pas didudukin,”
celetuk salah satu lurah dengan tawa getir.

Akhir Kata dari Warung Kopi
Rakyat di warung kopi cuma bisa nyengir. “Wajar kok kelurahan iri, wong desa sekarang udah kayak startup — punya dana, punya proyek, punya branding. Kelurahan mah masih ngandelin surat edaran dan semangat gotong royong.”
Semoga aspirasi ini gak cuma berhenti di meja rapat, tapi sampai ke meja anggaran.
Soalnya rakyat udah bosan denger janji — pengen denger kabar: “Dana cair, pembangunan jalan!”
(Ernawan Kristiyanto, Biro Klaten — disunting gaya warung kopi oleh Redaksi Rakyat Jelata)

















https://shorturl.fm/aixVf