Oleh: Redaksi Harian Nasional Gareng Petruk
Jakarta – Dalam kisah anggaran negara yang makin absurd ini, Sekretariat DPRD Kota Tangerang berhasil menciptakan drama yang mungkin lebih seru dari sinetron prime-time. Dengan dalih belanja pakaian dinas, dugaan tindak pidana korupsi senilai miliaran rupiah muncul seperti noda yang tak bisa dihapus, dan kini laporannya terlihat “jalan di tempat” di meja Kejari Kota Tangerang.
Syamsul Bahri, Ketua DPD LSM Komite Pemantau Korupsi (LSMKPK) Provinsi Banten, menyampaikan kritik pedas nan tajam. Dengan penuh semangat, beliau meminta Kejari segera bangun dari tidur panjang mereka. “Laporan sudah kami sampaikan sejak 17 September 2024 lalu. Sampai sekarang, belum ada tindak lanjut yang jelas. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?” seru Syamsul di kantornya, seperti melontarkan tantangan kepada para penegak hukum.
Pakaian Dinas: Baju Baru, Masalah Lama
Mari kita lihat angka-angka ajaib yang tertera dalam dokumen belanja pakaian dinas ini. Tahun 2022, DPRD Kota Tangerang menganggarkan pakaian dinas dengan nilai total hampir Rp 2,9 miliar. Harga per potong? Jangan kaget, karena bahkan butik ternama pun mungkin iri:
- Pakaian Sipil Resmi (PSR): Rp 4.050.000/potong
- Pakaian Sipil Harian (PSH): Rp 8.589.900/potong
- Pakaian Dinas Harian (PDH): Rp 2.950.000/potong
Semua ini termasuk biaya jahit, kain 3 meter per orang, dan, tak ketinggalan, dua buah pin dewan per kepala. Yang membuat geleng-geleng adalah dugaan markup anggaran sebesar Rp 779 juta.
Tahun 2023, mereka tampaknya semakin kreatif. Anggaran naik jadi lebih dari Rp 2,2 miliar, dengan rincian belanja tetap fantastis. Tapi, cerita tak berakhir di sini. Ada juga pos anggaran misterius bernama “Layanan Keuangan dan Kesejahteraan DPRD,” dengan total dana yang direvisi mencapai Rp 47,6 miliar. Dari situ, belanja pakaian dinas dan atribut mencapai Rp 1,29 miliar.
Kegiatan Fiktif: Jahit di Mana, Hasilnya Mana?
Dugaan makin parah ketika investigasi mendapati adanya dana tambahan untuk belanja pakaian dinas dan atribut sebesar Rp 1,05 miliar (2022) dan Rp 1,29 miliar (2023). Hebatnya, kegiatan ini disebut fiktif alias “baju gaib,” sebab laporan realisasi dana mencatat serapan 100%, tapi hasilnya nihil. Total dugaan kerugian negara mencapai Rp 2,34 miliar hanya untuk dua tahun anggaran!
“Dana ini jelas-jelas raib! Sudah cair sepenuhnya, tapi tidak ada bukti fisik atau laporan pertanggungjawaban yang masuk akal,” tegas Syamsul.
Kejari Kota Tangerang: Harus Bangun atau Ditidurkan?
Di tengah laporan yang semakin gamblang ini, publik bertanya-tanya, apa yang membuat Kejari Kota Tangerang terkesan adem-ayem? Apakah karena terlalu nyaman duduk di kursi empuk sambil menyeruput kopi, atau ada kepentingan yang lebih besar yang membuat laporan ini sulit bergerak?
Rakyat butuh jawaban, bukan drama baru. Sebab, kalau ini dibiarkan, bukan tidak mungkin cerita semacam ini akan terus terulang, dengan “aktor” baru, lokasi baru, dan tentu saja anggaran yang lebih fantastis lagi.
Redaksi Harian Nasional Gareng Petruk berharap, Kejari segera menggulung lengan baju (yang semoga dibeli tanpa markup) dan mengambil tindakan tegas. Kalau perlu, panggil semua pihak yang terlibat, dari Ketua DPRD hingga tukang jahitnya, untuk menjelaskan ke mana aliran dana fantastis ini menghilang. Jangan sampai hukum hanya tajam ke rakyat kecil, tapi tumpul di depan para elit!
Salam kritis dan cerdas, Redaksi Harian Nasional Gareng Petruk















