BATU, 28 Oktober 2025 — Di tengah gegap gempita dunia digital yang katanya “serba mudah”, seorang jurnalis Kota Batu justru membuktikan bahwa kemudahan online kadang bisa berubah jadi kelicinan online.
Namanya Eko Sabdianto, tapi akrab disapa Dian — seorang jurnalis yang sudah terbiasa mengejar berita, tapi kali ini malah berita yang mengejarnya balik. 😭
Ceritanya sederhana tapi perih:
Dian ingin beli Samsung Galaxy Tab A9 lewat marketplace Facebook. Harganya murah, cuma Rp 650.000.
Murah banget, sampai malaikat pun mungkin geleng-geleng: “Murahnya ini kok kayak jalan menuju penyesalan, ya?” 😭📴
🧃 Kronologi Pahit Manis Dunia Digital
Awalnya, Dian ngobrol dengan penjual yang namanya manis — “Cak Mul.”
Cak Mul ini katanya lagi susah, anaknya sakit, dan butuh duit buat berobat.
Dian yang berhati lembut dan mungkin baru habis ngopi sore, langsung luluh.
” Saya bukan karena ngincer HP-nya, tapi kasihan aja. Ya sudah saya transfer,” kata Dian sambil menatap dompet yang kini isinya hanya kenangan.
Tapi begitu uang Rp 650.000 itu terbang ke rekening Cak Mul,
yang balik bukan kabar pengiriman barang…
melainkan blokir WhatsApp plus hilangnya jejak digital seperti mantan yang tiba-tiba tobat.
Drama Blokir WA dan Doa di SPKT
Nomor pelaku 083841122009 langsung lenyap dari radar.
Dihubungi? Enggak aktif.
Ditelepon? Nada sambungnya seperti hati korban — nyesek tapi nggak nyambung.
Akhirnya, Dian bersama dua rekannya sesama jurnalis — Agus Adianto dan Zulkifli — langsung menuju Polsek Batu buat laporan.
Sambil menyerahkan bukti chat, mereka juga menyerahkan sebagian rasa kecewa kepada negara.
” Saya sudah ikhlas, tapi tolong ditangkap, biar gak ada korban lain. Cukup saya aja yang ketipu,” ucap Dian, dengan nada pasrah antara lega dan pengen ngeludahin ponsel sendiri.
Modus yang Terulang, Korban yang Bertambah
Katanya, pelaku modusnya klasik banget:
“Transfer dulu, barang nyusul” — tapi ternyata yang nyusul cuma rasa menyesal.
” Setelah transfer, semua chat saya dihapus. Tinggal pesan dari saya sendiri kayak orang ngelamar tapi gak dijawab,” ujar Dian.
Bahkan, setelah sadar ketipu, Dian masih sempat mencoba menghubungi pihak marketplace Facebook.
Ya… tentu saja jawabannya seperti biasanya: “Terima kasih atas laporannya, akan kami tindak lanjuti.”
(Tindak lanjutnya? Masih dalam perjalanan dari Meta ke surga, sepertinya.) 😅
🪙 Nasihat Berharga dari Korban yang Sudah Naik Level jadi Guru Kehati-hatian
Dian pun akhirnya memberi wejangan gratis:
” Kalau mau beli online, mending COD. Minimal kalau gak cocok, masih bisa lihat wajahnya sebelum marah.”
Ia juga berpesan agar masyarakat lebih waspada dan jangan mudah percaya dengan harga yang terlalu miring.
Karena kalau harga miringnya terlalu miring, yang jatuh biasanya kita.
” Sekarang saya lebih hati-hati. Kalau lihat harga murah, saya tanya dulu: murahnya karena promo, atau karena tipu-tipu?” katanya sambil meneguk kopi tanpa gula — karena yang manis sudah pergi. ☕
🧩 Pelajaran Moral dari Kisah Absurd Ini
Dari kisah ini kita belajar bahwa:
Dunia maya memang luas, tapi hatimu jangan terlalu longgar.
Empati itu penting, tapi verifikasi itu wajib.
Dan yang paling penting: jangan pernah percaya penjual online yang bilang “anak saya sakit” tapi gak bisa video call.
🧠 Quotes Warung Kopi Edisi Korban Online:
” Kadang hidup mengajarkan kita, bahwa belajar sabar itu bukan lewat meditasi… tapi lewat transaksi online yang ujungnya diblokir.”
” Jika kamu ditipu di marketplace, jangan marah… anggap aja kamu ikut program donasi tak resmi bernama ‘Sedekah Digital Tanpa Ridho’.”
📰 Pewarta: Eko Windarto
🪶 Biro: Jawa Timur
✍️ Editor: Tim Gareng–Petruk
🧃 Catatan Redaksi:
Kisah ini bukan cuma tentang penipuan online, tapi juga tentang hati yang masih mau percaya di tengah dunia yang makin licik.
Jadi buat para pembaca, kalau nemu harga murah di Facebook, ingat pepatah baru kami:
” Murah di Facebook belum tentu berkah, kadang cuma jebakan betmen versi digital.”
















