Gareng:
Pagi-pagi ngopi, baca berita bikin nyesek. Bukan karena harga cabe naik, tapi karena kelakuan pejabat makin ajaib.
Bayangin, rakyat nyari makan susah, pejabat nyari alasan lebih gampang.
Katanya demi rakyat, padahal rakyatnya mana? Nggak pernah diajak diskusi, apalagi makan siang.
Petruk:
Iya, Kang. Kemarin aku mimpi—aneh tenan—ada diskusi terbuka antara rakyat, pejabat, dan setan.
Malaikat? Gak diajak. Katanya, “Maaf, acara ini khusus untuk yang terbiasa ngibul dan lobi.”
Rakyat Ngomong
“Pak, kami ini bukan nyari surga, cuma nyari sembako yang gak pake utang.”
Rakyat ngeluh. Bukan sekali, tapi berkali-kali.
Harga makin naik, janji makin turun.
Yang katanya subsidi, malah jadi sub-sandiwara.
Pejabat Menjawab
“Rakyat harus sabar, kita sedang bangun fondasi masa depan.”
Tapi yang bangun gedung tinggi itu kantor dinasnya.
Yang fondasinya bocor, ya itu… APBN.
Anggaran rakyat kayak air hujan—turun dari langit, tapi ngalir ke got-got kekuasaan.
Pejabat itu pintar, lho. Mereka bisa sulap:
- Korupsi disulap jadi “kesalahan administrasi”
- Manipulasi disulap jadi “strategi komunikasi”
- Janji tak ditepati? Disulap jadi “perlu waktu evaluasi”
Setan Berpendapat
“Loh, aku aja kalah licik dari kalian!”
Setan geleng-geleng.
Dia bilang, “Aku diajarin bohong sejak zaman Nabi Adam. Tapi sekarang… aku belajar teknik baru dari grup WA elite politik.”
Setan sampai daftar kursus ke Badan Intelejen Emosi, karena katanya gak kuat lihat manusia bohong sambil senyum manis dan pake batik.
Malaikat Tidak Dilibatkan
Malaikat gak diajak.
Katanya, terlalu lurus.
Gak cocok masuk rapat yang butuh manuver, framing, dan deal-dealan.
“Maaf, nilai-nilai moral Anda terlalu tinggi. Susah diajak kompromi,” kata panitia acara.
Gareng Menggumam:
“Negara ini bukan kurang aturan, tapi kebanyakan akal bulus.”
Rakyat disuruh hemat, pejabat pesta anggaran.
Rakyat disuruh jujur, pejabat lihai main aman.
Rakyat disuruh patuh, pejabat sibuk pelintir hukum.
Rakyat itu ibarat lilin.
Menyala untuk menerangi.
Tapi terlalu sering ditiup angin politik yang bikin padam sebelum waktunya.
“Kalau suara rakyat gak pernah didengar, jangan heran kalau suatu saat dia bersuara dalam bentuk teriakan atau bahkan… letusan.”
Tertawalah, sebelum tawa rakyat disita.
Dan ingat: Setan pun malu kalau manusia pura-pura suci sambil menindas yang kecil.
















