Klaten, Kamis malam (3/4/25) – Bukan film horor, bukan juga sinetron patah hati, tapi Kamis malam itu Desa Babadan, Karangdowo, kedatangan “tamu tak diundang” berupa hujan deres yang ngambek nggak mau reda. Akibatnya? Sebuah jembatan sepanjang 20 meter ambyar diterjang air sungai yang mendadak berubah jadi semacam “Niagara lokal” versi tanpa tiket masuk.
Jembatan itu sejatinya penghubung penting antara Babadan Utara dan Babadan Selatan. Tapi sekarang? Penghubungnya bubar jalan, dan warga harus muter kayak hubungan tanpa kepastian: jauh, capek, dan bikin emosi.
“Jam setengah sembilan malam itu kejadianya, airnya memang tinggi banget,” kata Pak Tarjo (65), warga yang rumahnya deket lokasi. Dengan ekspresi yang antara sedih dan pasrah, beliau kayaknya udah tahu—ini bukan jembatan pertama yang kalah sama air, tapi semoga jadi yang terakhir.
Gareng nyeletuk, “Jembatan aja bisa ambruk karena beban, apalagi hati warga yang tiap hari di-PHP pemerintah?”

Walau nggak ada korban jiwa (Alhamdulillah ya, bund), warga sekarang harus ambil jalur memutar kalau mau aktivitas harian. Beli sayur, antar anak sekolah, sampe sekadar cari sinyal buat update status galau—semua jadi PR besar.
Warga berharap banget, jembatan ini bisa segera diperbaiki. Tapi Gareng dan Petruk tahu, harapan tanpa aksi itu cuma kayak proposal yang dikirim ke dinas, tapi nggak dibaca-baca. Ditinggal nganggur, kayak nasib jomblo pas lebaran.
Petruk menambahkan dengan gaya khasnya, “Jembatan itu simbol koneksi. Kalo rusak, bukan cuma jalan yang putus, tapi juga rasa percaya rakyat ke pemerintah. Jangan nunggu viral dulu baru gerak, kalo bisa hari ini langsung eksekusi!”
Masalahnya, ini bukan kejadian pertama. Musim hujan selalu datang, tapi kok infrastruktur kita masih sering kaget, ya? Padahal hujan itu udah masuk kalender tahunan, bukan agenda dadakan kayak mantan ngajak balikan.
Jadi, pesan moralnya: bukan cuma jembatan yang harus kuat fondasinya, tapi juga niat dan anggaran pemerintah buat ngurus infrastruktur rakyat. Karena yang dibutuhkan warga bukan janji manis, tapi beton yang kuat dan tanggung jawab yang nyata.
Salam satir penuh makna, dari redaksi Gareng Petruk Daily – media yang ambrukin kemunafikan tapi bangunin kesadaran.















